AGAMA DAN KEBUDAYAAN /SOSIOLOGI/III


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dilihat dari segi agama, kebudayaan dan budaya yang masing-masing memiliki keeratan satu sama lain, sering kali banyak di salah artikan oleh orang-orang yang belum memahami bagaimana menempatkan posisi agama dan posisi budaya pada suatu kehidupan.
Penulis masih sering menyakskan adanya segelintir masyarakat yang mencampur adukkan nilai-nilai agaman dengan nilai-nilai budaya yang padahal kedua ha tersebut tentu saja tidak dapat seratus persen disamakan, bahkan mungkin berlawanan.
Disini penulis hendak mengulas mengenai apa itu agama dan apa itu budaya dan apa itu kebudayaan. Penulis berharap apa yang diulas, nanti dapat mengetahui definisi agama, kebudayaan dan budaya sekaligus perbedaan budaya dan kebudayaan dan hubungan diantara ketiganya.

B.     Rumusan Masalah
1.         Apa definisi agama?
2.         Apa definisi budaya dan kebudayaan?
3.         Apa perbedaan antara budaya dan kebudayaan?
4.         Bagaimana hubungan agama dengan budaya dan kebudayaan?

C.    Tujuan Masalah
1.      Mengetahui definisi agama.
2.      Mengetahui definisi budaya dan kebudayaan.
3.      Mengetahui perbedaan antara budaya dan kebudayaan.
4.      Mengetahui bagaimana hubungan agama dengan budaya dan kebudayaan.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Agama
Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata a berarti tidak dan gama berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau. Jadi fungsi agama dalam pengertian ini memelihara integritas dari seorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan Tuhan, sesamanya, dan alam sekitarnya tidak kacau. Karena itu menurut Hinduisme, agama sebagai kata benda berfungsi memelihara integritas dari seseorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan realitas tertinggi, sesama manusia dan alam sekitarnya. Ketidak kacauan itu disebabkan oleh penerapan peraturan agama tentang moralitas,nilai-nilai kehidupan yang perlu dipegang, dimaknai dan diberlakukan.
Dari sudut pandang sosioantropologi, atau ilmu-ilmu social pada umumnya, agama adalah berkaitan dengan kepercayaan (belief) dan upacara (ritual) yang dimiliki bersama oleh suatu kelompok masyarakat. Agama berkaitan dengan “transcends experience” menurut sosiolog Italia, Vilfredo Pareto, yaitu pengalaman dengan “yang diatas”, atau sesuatu yang berada diluar, sesuatu yang tidak terjamah (an intangible beyond). Agama begitu penting dalam kehidupan manusia, mengandung aspirasi-aspirasi manusia yang palijg dalam (sublime)[1]



B.     Pengertian Budaya dan Kebudayaan
1.      Budaya
Kata Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta, Budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Dengan demikian budaya dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan akal dan cara hidup yang selalu berubah dan berkembang dari waktu ke waktu. Ada pendapat lain yang mengupas kata budaya sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budi-daya yang berarti daya dari budi.
2.      Pengertian Kebudayaan
Budaya menurut Koentjaraningrat (1987:180) adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar.
Jadi budaya diperoleh melalui belajar. Tindakan-tindakan yang dipelajari antara lain cara makan, minum, berpakaian, berbicara, bertani, bertukang, berrelasi dalam masyarakat  adalah budaya. Tapi kebudayaan tidak saja terdapat dalam soal teknis tapi dalam gagasan yang terdapat dalam fikiran yang kemudian terwujud dalam seni, tatanan masyarakat, ethos kerja dan pandangan hidup. Yojachem Wach berkata tentang pengaruh agama terhadap budaya manusia yang immaterial bahwa mitologis hubungan kolektif tergantung pada pemikiran terhadap Tuhan. Interaksi sosial dan keagamaan berpola kepada bagaimana mereka memikirkan Tuhan, menghayati dan membayangkan Tuhan (Wach, 1998:187).
Lebih tegas dikatakan Geertz (1992:13), bahwa wahyu membentuk suatu struktur psikologis dalam benak manusia yang membentuk pandangan hidupnya, yang menjadi sarana individu atau kelompok individu yang mengarahkan tingkah laku mereka. Tetapi juga wahyu bukan saja menghasilkan budaya immaterial, tetapi juga dalam bentuk seni suara, ukiran, bangunan.
Dapatlah disimpulkan bahwa budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif.
Faktor kondisi yang objektif menyebabkan terjadinya budaya agama yang berbeda-beda walaupun agama yang mengilhaminya adalah sama. Oleh karena itu agama Kristen yang tumbuh di Sumatera Utara di Tanah Batak dengan yang di Maluku tidak begitu sama sebab masing-masing mempunyai cara-cara pengungkapannya yang berbeda-beda. Ada juga nuansa yang membedakan Islam yang tumbuh dalam masyarakat dimana pengaruh Hinduisme adalah kuatdengan yang tidak. Demikian juga ada perbedaan antara Hinduisme di Bali dengan Hinduisme di India, Buddhisme di Thailan dengan yang ada di Indonesia. Jadi budaya juga mempengaruhi agama. Budaya agama tersebut akan terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan kesejarahan dalam kondisi objektif dari kehidupan penganutnya (Andito,ed,1998:282).Tapi hal pokok bagi semua agama adalah bahwa agama berfungsi sebagai alat pengatur dan sekaligus membudayakannya dalam arti mengungkapkan apa yang ia percaya dalam bentuk-bentuk budaya yaitu dalam bentuk etis, seni bangunan, struktur masyarakat, adat istiadat dan lain-lain. Jadi ada pluraisme budaya berdasarkan kriteria agama. Hal ini terjadi karena manusia sebagai homoreligiosus merupakan insan yang berbudidaya dan dapat berkreasi dalam kebebasan menciptakan pelbagai objek realitas dan tata nilai baru berdasarkan inspirasi agama.
Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
Malinowski menyebutkan bahwa kebudayaan pada prinsipnya berdasarkan atas berbagai system kebutuhan manusia. Tiap tingkat kebutuhan itu menghadirkan corak budaya yang khas. Misalnya, guna memenuhi kebutuhan manusia akan keselamatannya maka timbul kebudayaan yang berupa perlindungan, yakni seperangkat budaya dalam bentuk tertentu, seperti lembaga kemasyarakatan.


C.    Perbedaan Budaya dan Kebudayaan
Dari tulisan di atas dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara budaya dan kebudayaan adalah bahwa budaya itu merupakan cipta, rasa dan karsa suatu masyarakat, sedangkan kebudayaan merupakan hasil dari cipta, rasa dan karsa masyarakat tersebut.
D.    Hubungan Agama dan Kebudayaan
Kebudayaan dikenal karena adanya hasil-hasil atau unsur-unsurnya. Unsur-unsur kebudayaan terus menerus bertambah seiring dengan perkembangan hidup dan kehidupan. Manusia mengembangkan kebudayaan; kebudayaan berkembang karena manusia. Manusia disebut makhluk yang berbudaya, jika ia mampu hidup dalam atau sesuai budayanya. Sebagian makhluk berbudaya, bukan saja bermakna mempertahankan nilai-nilai budaya masa lalu atau warisan nenek moyangnya; melainkan termasuk mengembangkan (hasil-hasil) kebudayaan.
Di samping kerangka besar kebudayaan, manusia pada komunitasnya, dalam interaksinya mempunyai norma, nilai, serta kebiasaan turun temurun yang disebut tradisi. Tradisi biasanya dipertahankan apa adanya; namun kadangkala mengalami sedikit modifikasi akibat pengaruh luar ke dalam komunitas yang menjalankan tradisi tersebut. Misalnya pengaruh agama-agama ke dalam komunitas budaya (dan tradisi) tertentu; banyak unsur-unsur kebudayaan (misalnya puisi-puisi, bahasa, nyanyian, tarian, seni lukis dan ukir) di isi formula keagamaan sehingga menghasilkan paduan atau sinkretis antara agama dan kebudayaan.
Kebudayaan dan berbudaya, sesuai dengan pengertiannya, tidak pernah berubah; yang mengalami perubahan dan perkembangan adalah hasil-hasil atau unsur-unsur kebudayaan. Namun, ada kecenderungan dalam masyarakat yang memahami bahwa hasil-hasil dan unsur-unsur budaya dapat berdampak pada perubahan kebudayaan.
Perbedaan antara agama dan budaya tersebut menghasilkan hubungan antara iman-agama dan kebudayaan. Sehingga memunculkan hubungan (bukan hubungan yang saling mengisi dan membangun) antara agama dan  budaya. Akibatnya, ada beberapa sikap hubungan antara Agama dan Kebudayaan, yaitu:
1.      Sikap Radikal: Agama menentang Kebudayaan. Ini merupakan sikap radikal dan ekslusif, menekankan pertantangan antara Agama dan Kebudayaan. Menurut pandangan ini, semua sikon masyarakat berlawanan dengan keinginan dan kehendak Agama. Oleh sebab itu, manusia harus memilih Agama  atau Kebudayaan, karena seseorang tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Dengan demikian, semua praktek dalam unsur-unsur kebudayaan harus ditolak ketika menjadi umat beragama. Contoh: Penari jawa yang tidak boleh memakai baju.
2.      Sikap Akomodasi: Agama Milik Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan keselarasan antara Agama dan kebudayaan. Contoh: Halal bi Halal.
3.      Sikap Perpaduan: Agama di atas Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan adanya suatu keterikatan antara Agama dan kebudayaan. Hidup dan kehidupan manusia harus terarah pada tujuan ilahi dan insani; manusia harus mempunyai dua tujuan sekaligus. Contoh: Tahlilan dan Diba’an.
4.      Sikap Pambaharuan: Agama Memperbaharui Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan bahwa Agama harus memperbaharui masyarakat dan segala sesuatu yang bertalian di dalamnya. Hal itu bukan bermakna memperbaiki dan membuat pengertian kebudayaan yang baru; melainkan memperbaharui hasil kebudayaan. Oleh sebab itu, jika umat beragama mau mempraktekkan unsur-unsur budaya, maka perlu memperbaikinya agar tidak bertantangan ajaran-ajaran Agama. Karena perkembangan dan kemajuan masyarakat, maka setiap saat muncul hasil-hasil kebudayaan yang baru. Oleh sebab itu, upaya pembaharuan kebudayaan harus terus menerus. Dalam arti, jika masyarakat lokal mendapat pengaruh hasil kebudayaan dari luar komunitasnya, maka mereka wajib melakukan pembaharuan agar dapat diterima, cocok, dan tepat ketika mengfungsikan atau menggunakannya.
Contoh dari sikap perpaduan dan pembaruan ini adalah seperti ada tradisi di daerah pelosok jombang apabila ada suatu acara apapun, sebelum acara tersebut dilaksanakan  harus memberi sesajen dahulu pada batu besar yang dipercaya untuk memperlancar acaranya. Hal itu merupakan sesuatu yag menyeleweng dari agama, kemudian memberi sesajennya itu di ganti dengan bersedekah atau memberi makan warga sekitar.
















BAB III
KESIMPULAN
1.      Agama adalah sesuatu yang berkaitan dengan kepercayaan (belief) dan upacara (ritual) yang dimiliki bersama oleh suatu kelompok masyarakat agar hubunganny adengan tuhan, sesamanyadan alam sekitarnya tidak kalau
2.      Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik diri manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang dijadiakn milik diri manusia dengan belajar.
3.      Perbedaan antara budaya dan kebudayaan adalah bahwa budaya itu merupakan hasil dari cipta, rasa dan karsa masyarakat tersebut.
4.      Manusia pada komunitasnya, dalam interaksinya mempunyai norma, nilai serta kebiasaaan turun temurun yang disebut tradisi. Tradisi biasanya dipertahankan apa adanya, namun kadangkala mengalami sedikit modifikasi akibat pengaruh luar de dalam komunitas yang menjalankan tradisi tersebut. Misalnya pengaruh-pengaruh agama-agaman kedalam komunitas budaya dan tradisi tertentu, banyak unsur-unsur kebudayaan, misanya puisi-puisi, bahasa, nyanyian tarian seni lukis dan ukir) di isi formula keagamaan sehingga menghasilkan paduan atau sinkretis antara agama dan kebudayaan.


DAFTAR PUSTAKA

Indonesian Journal of Anthropology, Amri Marzali, Departemen Antropologi dan Sosiologi, Universitas Malaya, Volume I Juli, 2016
https://damayanti327.wordpress.com/about/hubungan-agama-dan-budaya-tinjauan-sosiokultural


[1] Indonesian Journal of Anthropology, Amri Marzali, Departemen Antropologi dan Sosiologi, Universitas Malaya, Volume I Juli, 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI-TEORI SOSIOLOGI AGAMA/SOSIOLOGI AGAMA/III

METODE TAHLILI (ANALIST) / Syarah Hadis/ III

HUBUNGAN FILOLOGI DENGAN ILMU-ILMU LAIN