KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA/SOSIOLOGI AGAMA III
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hubungan antar manusia dalam bermasyarak ditata dalam suatu tatanan
normative yang disepakati bersama oleh anggota masyarakat tersebut, yang
disebut norma yang menjamin terwujudnya harmoni dalam bentuk ketentraman dan
kedamaian.
Adanya perbedaan agama terkadang mengakibatkan perbedaan antar anggota
maupun kelompok yang berpotensi konflik dan bersifat destruktif. Konflik antar
penganut agama biasanya dikarenakan oleh prasangka antara penganut satu agama
dengan yang lain yang berkembang menjadi isu-isu besar yang membakar emosi,
salah satu sebab akibat adanya konflik antar umat beragama adalah ketidak
saling pengertian antar pemeluk agama.
Agama sebagai pedoman perilaku yang suci mengarahkan penganutnya untuk
saling menghargai dan menghormati, tetapi seringkali menunjukkan sebaliknya,
para penganut agama lebih memilih aspek-aspek yang bersifat emosional. Beberapa
macam yang dialami bangsa indonesia saat ini karna bergesernya nilai/
norma-norma agama, diantaranya yaitu konflik antar agama, radikalisme, dan
terorisme yang saat ini telah menjadi masalah besar bangsa yang harus dicarikan
penyelesaian secara tepat.
Adanya konflik dan ketidak harmonisan antar pemeluk agama akan sangat
merugikan bagi bangsa dan negara termasuk bagi pemeluk agama itu sendiri, oleh
demikian itu, kita sebagai penerus bangsa harus tetap menjalankan norma-norma
agama yang ada pada agamanya masing-masing, agar bangsa kita tetap menjadi bangsa
satu kesatuan yang utuh.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian kerukunan ?
2. Apa yang dimaksud dengan kerukunan antar umat beragama?
3. Apa sajakah upaya yang digunakan untuk mewujudkan kerukunan antar umat
beragama ?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian kerukuanan dalam umat beragama.
2. Mengetahui dimaksud dari kerukunan antar umat beragama .
3. Mengetahui upaya yang digunakan untuk mewujudkan kerukunan antar umat
beragama.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kerukunan
Kata “rukun” secara etimologi, berasal dari bahasa Arab yang berarti tiang,
dasar, dan sila. Kemudian perkembangannya dalam bahasa Indonesia, kata “rukun”
sebagai kata sifat yang berarti cocok, selaras, sehati, tidak berselisih.
Sementara, kata "kerukunan" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang
diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, diartikan sebagai “hidup
bersama dalam masyarakat melalui "kesatuan hati" dan
"bersepakat" untuk tak menciptakan perselisihan dan pertengkaran".
Kerukunan adalah kata yang dipenuhi oleh muatan makna "baik" dan
"damai". Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan
"kesatuan hati" dan "bersepakat" untuk tidak menciptakan
perselisihan dan pertengkaran.
Dalam bahasa Inggris disepadankan dengan harmonious atau concord. Dengan
demikian, kerukunan berarti kondisi social yang ditandai oleh adanya
keselarasan, kecocokan, atau ketidak berselisihan (harmony, concordance). Kerukunan
merupakan kondisi dan proses tercipta dan terpeliharannya pola-pola interaksi yang
beragam diantara unit-unit yang otonom. Kerukunan mencerminkan hubungan timbal
balik yang ditandai oleh sikap saling menerima, saling mempercayai, saling
menghormati dan menghargai, serta sikap saling memaknai kebersamaan.[1]
Dalam kehidupan beragama, perilaku toleran merupakan satu persyaratan yang utama
bagi setiap individu yang menginginkan satu bentuk kehidupan bersama yang aman
dan saling menghormati. Dengan begitu diharapkan akan terwujud pula interaksi
dan kesepahaman yang baik di kalangan masyarakat beragama tentang batasan hak
dan kewajiban mereka dalam kehidupan sosial yang terdiri dari berbagai macam
perbedaan baik suku, ras, hingga agama dan keyakinan. Akan tetapi, meskipun
penjabaran makna toleransi ini mengandung rumusan akan penghargaan atas
keberadaan orang lain, tidak sederhana dalam pelaksanaannya. Terdapat banyak
persoalan mengenai pendekatan yang harus dilalui dalam membentuk satu
masyarakat yang harmonis, terutama yang terkait dengan adanya perbedaan masalah
agama dan keyakinan.[2]
Kerukunan antar umat beragama bukan berarti merelatifir agama-agama yang
ada dan melebur kepada satu totalitas (sinkretisme agama) dengan menjadikan
agama-agama yang ada itu sebagai mazhab dari agama totalitas itu, melainkan
sebagai cara atau sarana untuk mempertemukan, mengatur hubungan luar antara
orang yang tidak seagama atau antara golongan umat beragama dalam kehidupan
social kemasyarakatan.[3]
Dalam terminologi yang digunakan oleh pemerintah secara resmi, konsep
kerukunan hidup umat beragama mencakup tiga kerukunan, yaitu: kerukunan intern
umat beragama, kerukunan antar umat beragama dan kerukunan antar umat beragama
dengan pemerintah. Tiga kerukunan tersebut biasa disebut dengan istilah
“Trilogi Kerukunan”.
B.
Kerukunan Umat Beragama
Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang
dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai
kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Mencermati pengertian kerukunan umat beragama, tampaknya peraturan bersama
di atas mengingatkan kepada bangsa Indonesia bahwa kondisi ideal kerukunan umat
beragama, bukan hanya tercapainya suasana batin yang penuh toleransi antar umat
beragama, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mereka bisa saling
bekerjasama.
Membangun kehidupan umat beragama yang harmonis bukan merupakan agenda yang
ringan. Agenda ini harus dijalankan dengan hati-hati, mengingat agama sangat
melibatkan aspek emosi umat, sehingga sebagian mereka lebih cenderung pada
“klaim kebenaran” dari pada “mencari kebenaran”. Meskipun sejumlah pedoman
telah digulirkan, pada umumnya masih sering terjadi gesekan-gesekan ditingkat
lapangan, terutama berkaitan dengan penyiaran agama, pembangunan rumah ibadah,
perkawinan berbeda agama, bantuan luar negeri, perayaan hari-hari besar
keagamaan, kegiatan aliran sempalan, penodaan agama, dan sebagainya.[4]
Kerukunan hidup umat beragama mengandung tiga unsur penting: pertama,
kesediaan untuk menerima adanya perbedaan keyakinan dengan orang atau kelompok
lain. Kedua, kesediaan membiarkan orang lain untuk mengamalkan ajaran yang
diyakininya. Dan ketiga, kemampuan untuk menerima perbedaan selanjutnya
menikmati suasana kesahduan yang dirasakan orang lain sewaktu mereka
mengamalkan ajaran agamanya. Adapun aktualisasi dari keluhuran masing-masing
ajaran agama yang menjadi anutan dari setiap orang . Lebih dari itu, setiap
agama adalah pedoman hidup umat manusia yang bersumber dari ajaran ketuhanan.
C.
Upaya Untuk Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama
Kerukunan Hidup Umat
Beragama, berarti perihal hidup rukun yaitu hidup dalam suasana baik dan damai,
tidak bertengkar; bersatu hati dan bersepakat antar umat yang berbeda-beda
agamanya; atau antara umat dalam satu agama.
Adapun upaya
untuk mewujudkan kerukunan umat beragama, diantaranya:
1. Toleransi menuju kerukunan
Secara etimologi
berasal dari kata tolerance (dalam bahasa Inggris) yang berarti sikap
membiarkan, mengakui dan menghormati keyakinan orang lain tanpa memerlukan
persetujuan. Di dalam bahasa Arab menterjemahkan dengan tasamuh, berarti saling
mengizinkan, saling memudahkan.[5]
Toleransi
adalah konsep modern untuk menggambarkan sikap saling menghormati dan saling
bekerjasama di antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda baik secara
etnis, bahasa, budaya, politik, maupun agama. Toleransi, karena itu, merupakan
konsep agung dan mulia yang sepenuhnya menjadi bagian organik dari ajaran
agama-agama, termasuk agama Islam.
Islam memiliki
konsep yang jelas. “Tidak ada paksaan dalam agama” , “Bagi kalian agama kalian,
dan bagi kami agama kami” adalah contoh
populer dari toleransi dalam Islam. Selain ayat-ayat itu, banyak ayat lain yang
tersebar di berbagai Surah. Juga sejumlah hadis dan praktik toleransi dalam sejarah
Islam. Fakta-fakta historis itu menunjukkan bahwa masalah toleransi dalam Islam
bukanlah konsep asing. Toleransi adalah bagian integral dari Islam itu sendiri
yang detail-detailnya kemudian dirumuskan oleh para ulama dalam karya-karya
tafsir mereka. Kemudian rumusan-rumusan ini disempurnakan oleh para ulama
dengan pengayaan-pengayaan baru sehingga akhirnya menjadi praktik kesejarahan
dalam masyarakat Islam.[6]
Pada umumnya,
toleransi diartikan sebagai pemberian kebebasan kepada sesama manusia atau
kepada sesama warga masyarakat untuk menjalankan keyakinannya atau mengatur
hidupnya dan menentukan nasibnya masing-masing, selama di dalam menjalankan dan
menentukan sikapnya itu tidak bertentangan dengan syarat-syarat atas
terciptanya ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat.[7]
Pelaksanaan
sikap toleransi ini harus didasari sikap kelapangan dada terhadap orang lain
dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang dipegang sendiri, yakni tanpa
mengorbankan prinsip-prinsip tersebut.[8]
Jelas bahwa toleransi terjadi dan berlaku karena terdapat perbedaan prinsip,
dan menghormati perbedaan atau prinsip orang lain tanpa mengorbankan prinsip
sendiri.[9]
Dalam
kenyataan sehari-hari seolah-olah tidak ada perbedaan antara kerukunan dengan
toleransi. Sebenarnya antara kedua kata ini, terdapat perbedaan, namun saling
memerlukan. Kerukunan mempertemukan unsur-unsur yang berbeda, sedang toleransi
merupakan sikap atau refleksi dari kerukunan. Tanpa kerukunan, toleransi tidak
pernah ada, sedangkan toleransi tidak pernah tercermin bila kerukunan belum terwujud.[10]
Dalam
memantapkan kerukunan hidup umat beragama perlu dilakukan suatu upaya-upaya
yang mendorong terjadinya kerukunan hidup umat beragama secara mantap dalam
bentuk :
1. Memperkuat
dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama, serta antar umat beragama
dengan pemerintah.
2. Membangun harmoni sosial dan persatuan
nasional dalam bentuk upaya mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama
untuk hidup rukun dalam bingkai teologi dan implementasi dalam menciptakan
kebersamaan dan sikap toleransi.
3. Menciptakan
suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam rangka memantapkan pendalaman
dan penghayatan agama serta pengamalan agama yang mendukung bagi pembinaan
kerukunan hidup intern dan antar umat beragama.
4. Melakukan
eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dari seluruh
keyakinan plural umat manusia yang fungsinya dijadikan sebagai pedoman bersama
dalam melaksanakan prinsip-prinsip berpolitik dan berinteraksi sosial satu sama
lainnya dengan memperlihatkan adanya sikap keteladanan.
5. Melakukan
pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementatif bagi kemanusiaan yang
mengarahkan kepada nilai-nilai Ketuhanan, agar tidak terjadi penyimpangan-
¬penyimpangan nilai-nilai sosial kemasyarakatan maupun sosial keagamaan.
6. Menempatkan
cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan cara menghilangkan rasa
saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan tercipta suasana
kerukunan yang manusiawi tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
7. Menyadari
bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat, oleh sebab
itu hendaknya hal ini dijadikan mozaik yang dapat memperindah fenomena
kehidupan beragama.[11]
2. Langkah-Langkah Strategis Dalam Memantapkan Kerukunan Hidup Umat
Beragama
Faktor-faktor pendukung dalam upaya kerukunan
hidup beragama antara lain adanya sifat bangsa Indonesia yang religius, adanya
nilai-nilai luhur budaya yang telah berakar dalam masyarakat seperti gotong
royong, saling hormat menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agamanya, kerjasama di kalangan intern umat beragama, antar umat beragama dan
antara umat beragama dengan Pemerintah.[12]
Adapun langkah-langkah yang harus diambil
dalam memantapkan kerukunan hidup umat beragama, diarahkan kepada 4 strategi
yang mendasar yakni :
a. Para pembina formal
termasuk aparatur pemerintah dan para pembina non formal yakni tokoh agama dan
tokoh masyarakat merupakan komponen penting dalam pembinaan kerukunan antar
umat beragama.
b. Masyarakat umat beragama di Indonesia yang sangat heterogen
perlu ditingkatkan sikap mental dan pemahaman terhadap ajaran agama serta
tingkat kedewasaan berfikir agar tidak menjurus ke sikap primordial.
c. Peraturan pelaksanaan
yang mengatur kerukunan hidup umat beragama perlu dijabarkan dan
disosialisasikan agar bisa dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat, dengan
demikian diharapkan tidak terjadi kesalahpahaman dalam penerapan baik oleh
aparat maupun oleh masyarakat, akibat adanya kurang informasi atau saling
pengertian diantara sesama umat beragama.
d. Perlu adanya pemantapan fungsi terhadap wadah-wadah musyawarah
antar umat beragama untuk menjembatani kerukunan antar umat beragama.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kerukunan adalah kata yang
dipenuhi oleh muatan makna "baik" dan "damai". Intinya,
hidup bersama dalam masyarakat dengan "kesatuan hati" dan
"bersepakat" untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran. Berdasarkan
beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kerukunan hidup umat
beragama mengandung tiga unsur penting: pertama, kesediaan untuk menerima adanya perbedaan keyakinan
dengan orang atau kelompok lain. Kedua, kesediaan membiarkan orang lain untuk
mengamalkan ajaran yang diyakininya. Dan ketiga, kemampuan untuk menerima
perbedaan selanjutnya menikmati suasana kesahduan yang dirasakan orang lain
sewaktu mereka mengamalkan ajaran agamanya. Adapun aktualisasi dari keluhuran
masing-masing ajaran agama yang menjadi anutan dari setiap orang . Lebih dari
itu, setiap agama adalah pedoman hidup umat manusia yang bersumber dari ajaran
ketuhanan.
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, Ridwan,
Cetak Biru Peran Agama, (Jakarta, Puslitbang, 2005)
Religious:
Jurnal Agama dan Lintas Budaya, 23 november
2018
Munawar,Said
Agil, Fikih Hubungan Antar Umat Beragama (Jakarta, Ciputat Press, 2005)
Muhaimin AG,
damai di dunia untuk semua perspektif berbagai agama, (Jakarta, puslitbang,
2004)
Al-Munawar,Prof.
DR. H. Said Agil Husin, MA., Fikih Hubungan Antar Agama, Penerbit Ciputat
Press, Jakarta.
Jurnal
Toleransi Upaya untuk Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama, (23, November 2018)
Umar Hasyim,
Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai Dasar Menuju Dialog dan
Kerukunan Antar Agama, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1979.
Daud Ali,
dkk., Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik, Bulan Bintang,
Jakarta, 1989.
[1] Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran
Agama, (Jakarta, Puslitbang, 2005) hlm : 7-8
[3]
Said Agil Munawar, Fikih Hubungan Antar Umat Beragama (Jakarta, Ciputat
Press, 2005) hlm : 4-5.
[4] Muhaimin AG, damai di dunia
untuk semua perspektif berbagai agama, (Jakarta, puslitbang, 2004) hlm ;
19.
[5] Said Agil Husin Al-Munawar, MA., Fikih
Hubungan Antar Agama, Penerbit Ciputat Press, Jakarta, hlm. 13.
[6] Jurnal Toleransi Upaya untuk
Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama, (23, November 2018), hal 8
[7] Umar Hasyim, Toleransi dan
Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai Dasar Menuju Dialog dan Kerukunan
Antar Agama, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1979, hlm. 22
[8] H.M. Daud Ali, dkk., Islam
Untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik, Bulan Bintang, Jakarta, 1989,
hlm. 80.
[9] Said Agil Husin Al-Munawar, MA., Fikih
Hubungan Antar Agama, Penerbit Ciputat Press, Jakarta, hlm. 13.
[10] Ibid, 12
[11] Jurnal Toleransi Upaya untuk
Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama, (23, November 2018), hal 9-10
[12] Ibid, hal 9
Casinos near Casinos Near Casinos in Las Vegas, NV - Mapyro
BalasHapusFind all 구리 출장안마 Casinos Near Casinos in Las 전주 출장마사지 Vegas 광명 출장안마 (NV). List with photos, directions, driving directions, and more for 수원 출장안마 Casinos 전라북도 출장샵 in Las Vegas, NV.