MAUDHU’I (TEMATIK) / Syarah Hadis/ III
MAUDHU’I (TEMATIK)
Kata
Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha
Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang Maudhu’i (Tematik).
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah
ilmiah ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi terhdap pembaca.
Jombang, 29 Oktober 2018
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar..................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................... ……… …1
B. Rumusan Masalah.................................................................. ……… …1
C. Tujuan Penulisan............................................................ …………… …1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Metode Maudhu’i (Tematik)................................................. 2
B. Macam-Macam Metode Maudhu’i dan Langkah-Langkahnya............... 4
C. Ciri-ciri Maudhu’i (Tematik)................................................................... 6
D. Kelebihan dan Kekurangan Maudhu’i (Tematik).................................... 7
E. Contoh Metode Maudhu’i (Tematik)...................................................... 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………...11
Daftar
pusaka.
BAB
II
METODE MAUDU’I DAN ASBAB
AL-WURUD
A.Metode M aud}u ’i
1.Pengertian metode
maudhu’i
Kamus
bahasa menunjukkan bahwa kata tersebut diambil dari kata الوضع yang artinya adalah meletakkan sesuatu dalam
suatu tempat. Kata ini
dipakai dalam beragam makna. Diantaranya
yaitu: Turun atau merendahkan, melemparkan dan menetapkan dalam suatu tempat.
Dalam istilah para
ulama sesuai dengan spesialisasi mereka bahwa kata maudhu’ (tematik) mempunyai banyak makna, diantaranya:
a.
Penggunakan
istilah hadis maudhu’ menurut ahli hadis adalah perkataan yang dibuat-buat, dan
ia adalah kebohongan terhadap Rasulullah saw, sengaja ataupun lupa, dan ini
adalah bathil.
b.
Menurut
ahli tafsir artinya adalah urusan yang banyak jalannya dan tempatnya di dalam
alQuran. Ia mempunyai satu jalan yang mengumpulkannya melalui satu makna atau
satu tujuan.
Maka dari itu Metode
maudhu’i dapat didefinisikan dengan salah satu definisi berikut:
a.
Ia adalah
mengumpulkan beberapa riwayat hadis yang berbedabeda dalam sumber hadis yang
asli yang berhubungan dengan satu tema, baik lafad atau hukum dan penjelasannya
adalah menurut maksud-maksud kenabian yang mulia.
13
b.
Ia adalah
penjelasan tema yang ada dalam sunnah nabi melalui sumber hadis atau banyak
sumber.
c.
Ia adalah
masalah atau urusan yang berhubungan dengan satu sisi dari banyak sisi
kehidupan dalam akidah, perilaku sosial, fenomena alam yang dihadapkan pada
hadis nabi.
Dari Definisi-definisi
diatas dapat disimpulkan bahwa metode maudhu’i adalah ilmu yang membahas
tema-tema yang diliputi oleh hadis nabi, dan kemudian disatukan baik makna
ataupun tujuannya melalui pengumpulan hadis setema dari sumber hadis asli, atau
beberapa sumber, di mana peneliti melakukan analisis teks hadis yang diterima
dan membandingkannya dan mengkritiknya kemudian berusaha
menghubungkannya untuk sampai pada ma’na
teks hadis nabi dari sisi praktisnya dalam kenyataan masa kini.
Diantara hal yang penting
dalam ilmu atau metode Maudhu’i ini
adalah:
a.Bahwa ilmu ini
adalah ilmu ijtihadi yang membutuhkan pembatasan metode tertentu untuk
menjalankannya yang khusus baginya dan membedakannya dari yang lain dari cabang
ilmu hadis.
c.
Ilmu ini
membahas tema-tema yang dicakup oleh hadis nabi saja bukan yang lain.
d.
Studi
tematis ini dapat diteliti dalam satu tema melalui jalur riwayat dengan
mengumpulkan jalur-jalur lain, membandingkan redaksinya dan menganalisis
teksnya di mana studi tersebut dimulai dengan teman hadis
dan berhenti dengan menghubungkan tema
hadis dalam realitas yang ada untuk menyatakan tujuan studi tematis
tersebut.
e.
Meskipun
asal di dalamnya adalah penyelidikan, jika ia adalah tema studi maka
pembahasannya dimungkinkan dan sampai pada hasil yang
diharapkan darinya dari jumlah tertentu
dari hadis atau atas jalan latihan terhadap pelajar tingkat tinggi,
misalnya.
f.
Asal dari
studi tematis adalah berpegang pada hadis-hadis yang diterima, yang shahih
ataupun yang hasan, sedangkan hadis dhaif tidaklah diterima dan tidak pula
dapat dijadikan hujjah.[1]
2.
Urgensi
Metode Maudhu’i
Diantara pentingnya
metode maudhu’i ini adalah sebagai berikut:
a.
Bahwa
studi ini cocok digunakan untuk keadaan masa kini yang di dalamnya terhadap
pembaharuan kebutuhan masyarakat. Di dalamnya tampak pemikiran dan pandangan
baru disertai dengan kemajuan ilmu dan tehnologi, di mana studi ini memberikan
pandangan dan pemahaman yang benar.
b.
Studi ini
juga membantu dalam menampakkan sisi-sisi lain dari i’jaz dalam hadis shahih
dan yang dikuatkan dengan jelas bahwa sunnah nabi adalah wahyu dari Allah,
meskipun ia adalah dengan makna bukan dengan redaksinya. Karena i’jaz ini tidak
mudah diketahui oleh manusia selama berabad-abad kecuali melalui sumber
ketuhanan.
c.
Studi-studi
ini membantu dalam meletakkan ilmu-ilmu syariat baru yang tumbuh berkembang
baru-baru ini untuk menyambut kebutuhan ilmiyah ummat islam dalam berbagai
bidang pengetahuan kemanusiaa, seperti ilmu jiwa islam, informasi islam,
ekonomi islam dan lain sebagainya.
d.
Selain itu
manfaat yang mulia yang diajukan oleh studi-studi ini kepada para da’i dan para
peneliti, bahkan individu-individu masyarakat muslim semuanya, dari penguasaan
yang sempurna dengan mudah dengan segala apa yang berhubungan dengan tema studi
dalam satu tempat.
e.
Ilmu ini
juga berperan serta yang efektif dalam berbagai hadis di mana ia menghilangkan
pertentangan melalui jalur mengumpulkan riwayatriwayat yang secara dhahir
bertentangan. Seperti halnya ia berperan dalam penjelasan nasikh dari yang
dimansukh dari sisi kedalaman pembahasan dibedakan mana hukum-hukum syariat
yang terlebih dahulu dan mana yang datang kemudian. Begitu pula dapat
dimungkinkan untuk membuka sebab-sebab turunnya hadis di mana terdapat
penjelasan sikap yang dikatakan oleh Nabi saw yang dapat membantu memahaminya
dan bagaimana cara aplikasinya.[2]
3.
Macam-macam
metode maudhu’i dan langkah-langkahnya
Ada 3 macam metode
Maudhu’i yaitu:
1.Metode studi
tematik yang menyelidiki hadis yang terdapat dalam satu kitab hadis nabi dari
beberapa hadis tentang tema studi.
Melalui
pemeriksaan studi tematik yang para penyusunnya
berpegang pada pengumpulan setiap hadis
yang ada dalam kitab sunnah nabi atau mayoritasnya tentang tema studi maka
jelas bahwa metode ini adalah yang paling utama diantara tiga metode yang ada,
di mana penyelidikan semua yang ada dari sumber-sumber hadis asli tentang tema
studi. Karena dengannyalah dimungkinkan sampai pada hasil-hasil yang lebih
detail bagi tiap tema dalam kandungan hadis nabi.
Langkah-langkah metode ini
adalah:
a.
Membatasi
pemikiran yang memiliki penelitian melalui studi tematiknya.
b.
Mengumpulkan
materi hadis dari sumber-sumber aslinya yang ada di dalam kitab-kitab hadis
yang diletakkan oleh para pengarangnya yang di dalamnya terdapat sanad-sanad
yang mereka miliki sampai kepada Nabi
saw. dengan semua jalur takhrij yang sempurna.
c.
Studi
hadis yang dikumpulkan baik sanad ataupun matannya karena sikap terhadap hadis
yang diterima menurut analogi-analogi ulama jarh wa ta’dil, kemudian memilih
redaksi yang paling mencakup agar materi terbentuk materi ilmiyah yang pertama
dalam penelitian.
d.
Rumusan
kosa kata penelitian sesuai kandungan
hadis-hadis yang maqbu>l untuk membatasi unsur-unsur rencananya dari yang baru.
e.
Mengumpulkan
materi ilmiah, selain hadis dari tempat dugaannya sesuai tema hadis baik
syariat atau yang bukan syariat. Hal tersebut
agar faidah dari studi ini sempurna dan
sampai pada tingkat ilmiah yang tinggi.
f.
Menghubungkan
tema penelitian dengan realitas ummat islam hari ini adalah tujuan tercapai
dari studi ini dengan berbicara dengan orang-orang yang hidup dalam waktu
tertentu untuk memperbaiki kehidupan mereka dan sesuai dengan manhaj
nabawi.
g.
Rumusan
materi penelitian sesuai materi ilmiah yang dikumpulkan dan sesuai
kaidah-kaidah metode penelitian ilmiah.
2.
Metode
studi tematik yang bersandar pada pengumpulan hadis dalam tema studi dari
sumber-sumber atau kitab-kitab hadis tertentu.
Setelah meneliti studi-studi tematik yang
dibatasi oleh para pengarangnya terhadap sumber-sumber hadis tertentu, yang
mengumpulkan hadis darinya maka ditemukan bahwa macam dari studi ini
menggambarkan paling banyaknnya penelitian-penelitian dalam studistudi tinggi
di universitas-universitas yang para mahasiswanya meneliti dalam tema-tema yang
berhubungan dengan hadis tematis. Ditemukan juga bahwa mayoritas
penelitian-penelitian ini dibatasi oleh para pengarangnya pada studi dalam
kutub tis’ah. Sebagian mereka pada kutub sittah. Dan sedikit sekali orang yang
hanya fokus pada dua kitab shahih atau salah satunya, salah satu dari kitab
hadis lainnya.
Dan dari tingkatan studi-studi ini maka
secara sempurna seperti tingkatan yang telah disebutkan dalam titik yang lalu
dimana ia dimulai setelah pembatasan pemikiran dengan mengumpulkan hadis-hadis
dari sumber-sumber hadis yang ditentukan, kemudian studi hadis-hadis yang
dikumpulkan baik sanad dan matannya karena ingin menguji hadis yang diterima
agar terbentuk materi penelitian utama, kemudian penelitian menyusun materi
hadis untuk keluar dengan catatan penelitian yang akan sempurna pengumpulan
materi ilmiyah yang disempurnakan untuk tema studi, kemudian dia menghubungkan
tema tersebut dengan realitas yang ada di kalangan ummat Islam, kemudian bentuk
penelitian dengan perumusan penelitian dengan bentuk akhirnya.
3.
Metode
studi tematik yang berpedoman pada kumpulan riwayat-riwayat satu hadis disertai
studi tema-temanya
Bagian ini dimulai dari studi-studi dengan
pilihan satu hadis yang asal dalam studi tematik tertentu di mana sumbu studi
ini adalah penelitian beberapa riwayat hadis, jalurnya dari berbagai
sumber-sumber sunnah nabi dari satu sisi dan dari sisi lain studi tematik yang dikandung oleh hadis tersebut.
Langkah-langkah metode ini
adalah:
a.
Membatasi
hadis sebagai sumbu penelitian
b.
Mengumpulkan
jalur-jalur hadis dari banyak sumber sunnah nabi
c.
Studi
sanad-sanad riwayat
d.
Menulis
pohon sanad
e.
Menghukumi
hadis dengan semua jalurnya
f.
Studi
redaksi hadis dikomparasikan antara riwayat-riwayat
g.
Studi tema
hadis dengan semua sisinya dengan cara mengumpulkan materi ilmiah yang bukan
hadis.
h.
Menghubungkan
tema hadis dengan realitas masa kini di kalangan ummat Islam.
i.
Mengurutkan
materi ilmiyah dan menyusunnya dalam pembagian
penelitian.
j.
Rumusan
penelitian dengan menampilkan tema hadis pada sisi
analisis teks dan kritik
teks.[3]
B.
Fiqhul Hadis
Dalam ranah studi
hadis, proses memahami hadis lebih dikenal dengan istilah fiqh al hadits atau fahm
al-hadits, yakni proses memahami dan menyingkap kandungan sebuah hadis.
Dalam proses memahami dan menyingkap makna hadis tersebut, diperlukan suatu
cara dan teknik-teknik pemahaman dan eksplorasi maksud sebuah hadis. Bertolak
dari sini, muncul term ilmu fiqh
al-hadits yakni ilmu yang mempelajari tata cara memahami sebuah hadis agar
dapat disingkap dan diperoleh hasil kandungan makna sebuah hadis sesuai dengan
maksud dan spirit kandungannya. Istilah lain yang semakna adalah ilmu ma’anil al-hadits.[4][5]
Kata fiqh, secara bahasa berarti mengetahui
sesuatu dan memahaminya. Kata fiqh
sudah menjadi istilah yang eksklusif dipakai untuk menunjukkan salah satu
disiplin ilmu keislaman. Karena itu, dapat dilihat batasannya sebagai ilmu
hukum-hukum syara’ yang bersifat praktis yang di istinbatkan dari
dalil-dalilnya yang terperinci. Tetapi kata fiqh
yang dimaksudkan disini adalah kata fiqh
dalam makna dasarnya. Kata ini sebanding dengan kata fahm yang juga bermakna memahami, ttapi kata yang lebih populer
dipakai untuk menunjukkan kepada makna memahami secara dalam. Al-Raghib
al-Asfahani mengatakan fiqh adalah
pemahaman yang sampai pada sesuatu yang abstrak (ilmu ghaib). Ibnu al-Qayyim
menyatakan bahwa kata fiqh lebih
spesifik dari kata fahm, karena fiqh memahami maksud yang diinginkan
pembicara. Jadi fiqh merupakan
kemampuan lebih dari sekedar memahami pembicaraan secara lafadz dalam konteks
kebahasaan.[6]
Dengan demikian makafiqh al-hadis dapat dikatakan sebagai
salah satu aspek ilmu hadis yang mempelajari dan berupaya memahami hadis-hadis
Nabi dengan baik. Dimaksudkan dengan baik adalah mampu menangkap pesan-pesan
keagamaan sebagai sesuatu yang dikendaki Nabi. Pesan-pesan keagamaan tersebut
terutama sekali yang tersirat baru dapat ditangkap bila dilakukan dengan usaha
penggalian makna dan dilalah, karena itu mengetahui makna lahir redaksi hadis,
belum tentu dapat menyampaikan seseorang kepada apa yang diinginkan oleh Nabi
SAW.
C.
Asbab al-wurud
Salah satu langkah yang
ditempuh muhaddisin untuk melakukan
penelitian matan hadis adalah
mengetahui peristiwa yang melatar belakangi munculnya suatu hadis (asbab
al-wurud). Sebenarnya asbab al-wurud
hadis tidak ada pengaruhnya secara langsung dengan kualitas suatu hadis. Namun
yang tepat adalah mengetahui asbab al-wurud mempermudah memahami kandungan
hadis. Mengikatkan diri denganasbab al-wurud dalam melakukan kritik
hadis akan mempersempit wilayah kajian, karena sangat sedikit hadis yang
diketahui memiliki asbab al-wurud.
Oleh karena itu, tema pembahasan ini dinamakan pendekatan sejarah.[7]
1.
Pengertian
Ilmu Asbab al-Wurud
Dalam banyak literatur
dijelaskan bahwa pengertian asbab
al-wurud sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pengertian asbab al-nuzul, bedanya hanya terletak
pada objeknya. Jika asbab al-nuzul
objeknya alquran maka asbab al-wurud
objeknya adalah hadis. Namun secara sederhana ilmu asbab al-wurud dikatakan sebagai ilmu yang menyingkap sebab-sebab
timbul atau munculnya hadis.[8] Secara bahasa kata asbab adalah bentuk jama’ dari kata sabab, menurut ahli bahasa dimaknai
dengan al-habl (tali), saluran atau
bisa juga dikatakan segala sesuatu yang menghubungkan satu benda dengan benda
yang lainnya. Menurut istilah adalah sesuatu yang mengantarkannya pada sebuah
tujuan.[9] Sementara kata wurud secara harfiah dapat diartikan
sampai atau muncul, namun disamping itu ada juga yang memaknai lain. Menurut
ahli bahasa bahwa kata ini dapat juga berarti air yang memancar atau mengalir.[10]
Pada pengertian lain
hampir senada dengan pengertian diatas, bahwa ilmu asbab al-wurud adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW
menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi menuturkan. Ilmu asbab alwurud ini menitik beratkan pembahasannya pada latar
belakang dan sebab lahirnya hadis.[11]
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian ilmu asbab al-wurud Hadis adalah ilmu yang
mempelajari tentang sebab-sebab atau peristiwa-peristiwa yang melatar belakangi
munculnya sebuah hadis. Dengan demikian, maka urgensi ilmu ini terhadap
pemahaman sebuah hadis sangatlah urgen, sebab disatu sisi akan diketahui
peristiwaperistiwa yang melatar belakangi munculnya sebuah hadis, dan pada sisi
lain akan mengetahui apa dan kepada siapa sebuah hadis itu ditujukan, apakah
untuk manusia umum atau untuk individu. Namun senada dengan alquran, bahwa
sebagian hadis ada yang dikemukakan Nabi tanpa didahului oleh sebab tertentu,
dan sebagian lagi didahului oleh sebab tertentu. Oleh karenya, tidak semua
hadis Nabi memiliki asbab al-wurud,
sehingga tidak semua hadis Nabi dapat dipahami melalui pendekatan asbab al-wurud ini. namun demikian bukan
berarti akan mengurangi ketelitian dalam memahami hadis.
2.
Urgensi
Ilmu Asbab al-Wurud Hadis Diantara
urgensi ilmu asbab al-wurudadalah :
a)
Untuk
menyibak hadis yang bermuatan norma hukum, utamanya lagi hukum sosial. Sebab,
hukum dapat berubah karena perubahan atau
perbedaan sebab, situasi
dan illat.[12]
b)
Untuk
mengetahui konteks sosial dan budaya atau setting sosial ketika hadis itu
muncul. Hal ini sangat diperlukan sebab, dengan ini akan mampu memahami hadis
Nabi secara lebih cepat.[13]
c)
Dalam
pemahaman ulama ushul fiqih, ilmu Asbab al-wurud sangat membantu mereka dalam
menentukan nash yang qath’i dan yang dzanni. Sehingga nantinya mereka sampai
pada kesimpulan bahwa nash-nash keagamaan atau hadis itu ada yang jelas (wadhih) dan ada juga yang tidak jelas (ghairu wadhih).[14]
d)
Disamping
itu ilmu ini juga memiliki fungsi untuk memahami ajaran islam secara
komprehensif, dan yang lebih penting adalah dengan ilmu ini akan dapat
mengetahui mana yang datang lebih dahulu dari hadis yang bertentangan. Sehingga
dapat dikompromikan atau menghapus yang datang lebih dahulu, atau secara
sederhana dapat dikatakan ilmu ini sangat membantu dalam pemahaman tentang nasikh mansukh sebuah hadis.[15]
e)
Hadis
secara khusus menangani berbagai persoalan yang sifatnya lokal, partikular dan
temporal, didalamnya juga terdapat hal-hal yang bersifat khusus dan terperinci.
Oleh karena itu haruslah dipisahkan hal-hal yang bersifat khusus dan hal-hal
yang bersifat umum, yang sementara dan abadi, serta yang partikular dan yang
universal. Semua ini memiliki hukumnya masing-masing, dengan memperhatikan
konteks, kondisi, lingkungan, maka akan lebih muda mencapai pemahaman yang
tepat dan
lurus.[16]
f)
Selama
ini, secara umum hadis dipahami hanya dari aspek legal formalnya saja,
akibatnya pesan yang diterimapun bersifat monolitik, parsial dan kontekstual.
Jika dengan pendekatan asbab al-wurud
Hadis maka persoalan semacam ini dapat terpecahkan. Misalkan tentang hadis yang
diriwayatkan oleh bukhori dan muslim mengenai puasa Nabi pada hari senin
menjadi sunnah.[17]
g)
Untuk
memahami hikmah-hikmah ketetapan syari’at.[18]
[1] Ramadhan Ishaq al-Ziyyan, Jurnal
Islami berjudul al-Hadith al-Maudhu’iy Dirasah Nad}ariyyah juz 10, Palestina, 212-215.
[2]Ibid, 215-216.
[3]Ibid, 226-234.
[4] Kata pengantar dalam,
Abdul Mustaqim, Ilmu Ma’anil Hadits Paradigma
Interkoneksi;
Berbagai Teori dan Metode Memahami Hadits, (Yogyakarta: Idea Press,
[5] ), hlm. viii
[6] Al-Raghib al-Asfahani, Mufradad
Alfadz Alquran (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), 398.
[7] Bustamin, Isa H.A. Salam,
Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2004), 85.
[8] M.Zuhri, Hadis Nabi: Telaah
Historis dan metodologis (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), 143.
[9] Munzier Suparta, Ilmu
Hadis (Jakarta: PT Grafindo Persada, 1993), 38.
[10] Jalaluddin al-Suyuti, proses
Lahirnya Sebuah Hadis, terj. Taufiqullah dan Afif Muhammad (Bandung: Pustaka,
1985), 5.
[11] Endang Soetari, Ilmu
Hadis (Bandung: Amal Bakti Press, 1997), 211.
[12] M. Zuhri, Telaah Matan
Hadis: Sebuah Tawaran Metodologis (Yogyakarta: Lesfi, 2003), 63.
[13]Ibid.
[14]Ibid, 64.
[15] M. Zuhri, Telaah Matan
Hadis: Sebuah Tawaran Metodologis..., 144.
[16] Yusuf Qardhawi, Bagaimana
Memahami Hadis Nabi SAW, terj. Muhammad al-Baqir (Bandung: Karisma, 1997),
132.
[17] Lukman Thahir, Studi
Islam Interdisipliner: Aplikasi Pendekatan Filsafat, Sosiologi dan Sejarah
(Yogyakarta: Qalam, 2004), 117.
[18] Fatchur Rahman, Ikhtisar
Mushthalahul Hadis (Bandung: PT al-Ma’arif, 1974), 327.
Komentar
Posting Komentar