Rabu, 06 Maret 2019

METODE TAHLILI (ANALIST) / Syarah Hadis/ III


METODE TAHLILI


Kata Pengantar
Denganmenyebutnama Allah SWT yang MahaPengasihlagiMahaPanyayang, Kami panjatkan puja dan pujisyukurataskehadirat-Nya, yang telahmelimpahkanrahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapatmenyelesaikanmakalahilmiahtentangSyarat dan Sifat Kritik Matan Hadits dan Pengkritiknya.
Makalahilmiahinitelah kami susundenganmaksimal dan mendapatkanbantuandariberbagaipihaksehinggadapatmemperlancarpembuatanmakalahini. Untukitu kami menyampaikanbanyakterimakasihkepadasemuapihak yang telahberkontribusidalampembuatanmakalahini.
Terlepasdarisemuaitu, Kami menyadarisepenuhnyabahwamasihadakekuranganbaikdarisegisusunankalimatmaupun tata bahasanya. Oleh karenaitudengantanganterbuka kami menerimasegala saran dan kritikdaripembaca agar kami dapatmemperbaikimakalahilmiahini. Akhir kata kami berharapsemogamakalahilmiahinidapatmemberikanmanfaatmaupuninspirasiterhdappembaca.

Jombang, 20 September 2018


Penyusun


DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    LatarBelakang........................................................................ ……… …1
B.     RumusanMasalah................................................................... ……… …1
C.     TujuanPenulisan............................................................. …………… …1
BAB II PEMBAHASAN
1.      Pengertian metode Tahlili (analisis).................................................2
2.      Ciri-ciri metode Tahlili (analisis).....................................................3
3.      Kelebihan dan kekurangan metode Tahlili (analisi).........................4
4.      Contoh hadits dengan metode Tahlili (analisis)...............................5
A.    Kualitas/kedudukan hadits...................................................6
B.     Riwayat singkat perowi hadits ............................................6
C.     Penjelasan kosa kata dan frase.............................................7
D.    Kandungan hadits.................................................................9
BAB III PENUTUP
A.           Kesimpulan .....................................................................................13
B.            Saran saran ......................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Para ulama terdahulu telah banyak melakukan penafsiran terhadap hadits-hadits yang terdapat dalam berbagai kitab hadits, yakni dengan menulis kitab-kitab syarah. Meskipun kitab-kitab tersebut telah banyak disusun, tetapi upaya untuk melakukan metode yang digunakan oleh para ulama dalam penyusunan kitab-kitab syarah tersebut hampir tidak tersentuh.
Berdasarkan fakta-fakta diatas, mengetahui cara atau metode pemahaman hadits-hadits yang digunakan oleh para ulama dalam menyusun kitab syarah menjadi sebuah keniscayaan, hal tersebut diperoleh untuk memperoleh kerangka umum bangunan metodologis dalam pemahaman hadits.
Para penulis telah mempersembahkan karya-karya mereka dibidang syarah hadits. Jika karya-karya tersebut dicermati, maka dapat diklasifikasikan beberapa metode yang dipergunakan oleh para pensyarah. Metode-metode syarah yang dimaksud adalah metode tahlili, ijmali, muqorin dan maudlu’i.
Metode-metode ini diadopsi dari metode penafsiran al-Qur’an dengan melihat karakter persamaan yang terdapat antara penafsiran al-Qur’an dan penafsiran atau syarah hadits. Artinya metode penafsiran al-Qur’an dapat diterapkan dalam syarah hadits dengan mengubah redaksi/kata al-Qur’an menjadi hadits; tafsir mejadi syarah[1]

A.      Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian metode tahlili (analisis)?
2.    Apa saja ciri-ciri metode tahlili (analisis)?
3.    Apa saja kelebihan dan kekurangan metode tahlili (analisis)?
4.    Contoh metode tahlili (analisis)?

B.       Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui pengertian metode tahlili (analisis).
2.    Untuk mengetahui ciri-ciri metode tahlili (analisis).
3.    Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan metode tahlili (analisis).
4.    Untuk mengetahui contoh metode tahlili (analisis)



BAB II
PEMBAHASAN
A.      METODE TAHLILI
1.      Pengertian
Secara etimologi kata “tahlili” berasal dari kataحلل – يحلل - تحليلا  yang berarti menguraikan.[2]Metode tahlili adalah metode analisa yang biasa digunakan dalam ilmu tafsir untuk menginterpretasi ayat-ayat al-Qur’an. Metode ini kemudian diadopsi oleh para pakar hadis dalam menginterpretasi hadis Nabi saw.
Dari segi bahasa, tahlili berarti menjelaskan setiap bagian dari suatu jenis serta fungsinya masing-masing.[3] Sedangkan defenisi terminologinya, metode tahlili adalah metode yang mengurai kosa kata dan lafadz, menjelaskan apa yangh diistinbatkan dan mengaitkan antara satu sama lain dengan merujuk aspek historis dan nash-nash yang lain[4]
Metode syarah Tahlili adalah menjelaskan hadits-hadits Nabi dengan memaparkan segala aspek yang terkandung dan menerangkan makna-makna yang tercakup didalamnya sesuai dengan kecenderungan dan keahlian pensyarah.[5]Metode tahlili adalah suatu metode pemahaman hadis yang menjelaskan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW dengan memaparkannya dari segala aspek yang terkandung dalam hadis tersebut, serta memaparkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan kecenderungan dan keahlian pensyarah.[6]
2.      Ciri-ciri Metode Tahlili
Ciri-ciri metode tahlili, syarah hadis yang mengikuti metode ini dapat mengambil bentuk ma’tsur (riwayat) yaitu, cara mensyarah hadis nabi Saw dengan dalil-dalil yang ada, baik dengan ayat-ayat al-Quran atau hadis itu sendiri, dengan pendapat sahabat, maupun dengan pendapat tabi’in; atau ra’y (pemikiran) yaitu, syarah hadis yang didasarkan pada ijtihad pensyarah dan menjadikan akal fikiran sebagai pendekatan utamanya.[7]
Secara umum kitab-kitab syarah yang menggunakan metode tahliliy biasanyaberbentuk mat’sur(riwayat) atau ra’yu (pemikiran rasional). Syarah yang berbentuk ma’tsur ditandai dengan banyaknya dominasi riwayat-riwayat yang datang dari sahabat, tabi’in atau ulama hadîts. Sementara syarah yang berbentuk ra’yu banyak didominasi oleh pemikiran rasional pensyarahnya.
Kitab-kitab syarah yang menggunakan metode tahlili mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :[8]
1.   Pensyarahan yang dilakukan menggunakan pola menjelaskan makna yang terkandung di dalam hadîtssecara komprehensif dan menyeluruh.
2.   Dalam pensyarahan, hadîts dijelaskan kata demi kata, kalimat demi kalimat secara berurutan serta tidak terlewatkan juga menerangkan sabab al wurud dari hadîts–hadîts yang dipahami jika hadis tersebut memiliki sabab wurud-nya.
3.   Diuraikan pula pemahaman-pemahaman yang pernah disampaikan oleh para sahabat, tabi’in dan para ahli syarah hadis lainnya dari berbagai disiplin ilmu.
4.   Di samping itu dijelaskan juga munasabah(hubungan) antara satu hadits dengan hadits yang lain.
5.   Selain itu, kadangkala syarah dengan metode ini diwamai kecenderungan pensyarah pada salah satu mazhab tertentu, sehingga timbul berbagai corak pensyarahan, seperti corak fiqhy dan corak lain yang dikenal dalam bidang pemikiran Islam.
Di refrensi lain Ciri-ciri kitab syarah yang menggunakan metode tahlili dapat diketahui sebagai berikut :[9]
1.   Pensyarahan yang dilakukan menggunakan pola menjelaskan makna yang terkadung di dalam suatu hadis secara komprehensif dan menyeluruh.
2.   Dalam pensyarahan, hadis dijelaskan menggunakan kata demi kata, kalimat demi kalimat secara berurutan serta tidak terlewatkan juga menerangkan sabab al-wuruddari hadis-hadis yang dipahami, jika hadis tersebut memliliki sabab al-wurud.
3.   Diuraikan pula pemahaman-pemahaman yang pernah disampaikan oleh para sahabat, tabi’in, dan para ulama hadis maupun para ahli syarah hadis lainnya dari berbagai disiplin ilmu.
4.   Dijelaskan pula mengenai munasabah (hubungan) antara hadis yang satu dengan hadis yang lainnya.
5.   Selain itu, kadan pula syarah dengan metode ini diwarnai dengan kecenderungan pensyarah terhadap salah satu mazhab.
3.      Kelebihan Dan Kekurangan Metode Tahlili
Maka, sebagaimana metode syarah (tafsir) yang lain, metode tahlili (analitis) juga memiliki kelemahan dan kelebihan, diantaranya :
A.    Kelebihan ;
1)   Ruang lingkup yang luas: Metode analisis mempunyai ruang lingkup yang termasuk luas. Metode ini dapat digunakan oleh pensyarah dalam dua bentuknya ma’tsur dan ra’y.
2)   Memuat berbagai ide: Metode analitis relatif memberikan kesempatan yang luas kepada pensyarah untuk mencurahkan ide-ide dan gagasannya dalam mensyarah hadis.
B.     Kekurangan ;
1)   Menjadikan petunjuk Hadis parsial: Metode analitis juga dapat membuat petunjuk Hadis bersifat parsial atau terpecah-pecah, sehingga terasa seakan-akan memberikan pedoman secara tidak utuh dan tidak konsisten karena penjelasan yang diberikan pada suatu ayat berbeda dari penjelasan yang diberikan pada hadis-hadis lain yang mirip atau sama dengannya.
2)   Melahirkan pensyarah subyektif. Metode analitis ini member peluang yang luas kepada pensyarah untuk mengemukakan ide-ide dan pemikirannya.
3)   Masuk pemikiran Israiliat: Metode tahlili tidak membatasi pensyarah dalam dalam mengemukakan penjelasannya, maka berbagai pemikiran dapat masuk ke dalamnya, tidak terkecuali pemikiran Israiliat.[10]
4.      Contoh hadits terkait aplikasi metode Tahlili
Pada makalah ini, kami memberikan tanda bahwa yamg termasuk sanad pada hadis ini adalah lafadz yang bergaris bawah, matan adalah lafadz yang kami beri tanda dengan huruf tebal sedangkan mukharrij adalah lafadz yang terletak dalam tanda kurung.  
وحدثني زهير بن حرب حدثنا جرير عن عمارة وهو ابن القعقاع عن أبي زرعة عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى اللهم عليه وسلم تضمن الله لمن خرج في سبيله لا يخرجه إلا جهاد في سبيلي وإيمانا بي وتصديقا برسلي فهو علي ضامن أن أدخله الجنة أو أرجعه إلى مسكنه الذي خرج منه نائلا ما نال من أجر أو غنيمة والذي نفس محمد بيده ما من كلم يكلم في سبيل الله إلا جاء يوم القيامة كهيئته حين كلم لونه لون دم وريحه مسك والذي نفس محمد بيده لولا أن يشق على المسلمين ما قعدت خلاف سرية تغزو في سبيل الله أبدا ولكن لا أجد سعة فأحملهم ولا يجدون سعة ويشق عليهم أن يتخلفوا عني والذي نفس محمد بيده لوددت أني أغزو في سبيل الله فأقتل ثم أغزو فأقتل ثم أغزو فأقتل و حدثناه أبو بكر بن أبي شيبة وأبو كريب قالا حدثنا ابن فضيل عن عمارة بهذا الإسنا .(رواه مسلم)[11]


Terjemahan:“…Dari Abi Hurairah RA. Dari Nabi saw. bersabda “Allah akan menanggung orang yang keluar di jalan Allah hanya untuk berjihad di jalanku (Allah), beriman kepadaku dan membenarkan rasulku, maka dia akan dijamin untuk dimasukkan ke dalam surga atau kembali ke rumahnya dalam keadaan memperoleh pahala atau ghanimah (harta rampasan). Demi jiwa Muhammad dalam genggaman-Nya, tak satupun luka yang diperoleh di jalan Allah, kecuali datang pada hari kiamat sebagaimana keadaannya ketika dilukai. Warnanya adalah warna darah, wanginya seharum misik (minyak wangi). Demi jiwa Muhammad dalam genggaman-Nya seandainya tidak memberatkan terhadap orang Islam saya tidak akan duduk dibelakang pasukan (tidak ikut) berperang di jalan Allah selamanya akan tetapi saya tidak mampu (fisik dan materi) untuk membawa mereka (perang) dan mereka juga tidak akan mampu bahkan mereka akan merasa berat untuk diam (tidak ikut saya dalam perang). Demi jiwa Muhammad dalam genggaman-Nya saya rindu untuk berperang di jalan Allah lalu saya terbunuh (kata tersebut diulangi tiga kali).
A.    Kualitas/ Kedudukan Hadis
Semua perawi hadits tersebut di atas tsiqah, mulai dari Abu Hurairah, Abu Zur’ah, “Umarah bin al-Qa’qa’, Jarir bin Abd Humaid dan Zuhair bin Harb, sehingga bisa dipastikan hadis tersebut shahih. Apa lagi hadis tersebut didukung oleh riwayat lain sebagai berikut:
1)   Dengan teks yang sama panjangnya terdapat dalam Sunan Ibnu Majah kitab al-Jihad bab Fadhl al-Jihad fi Sabilillah, Jilid 2: 920.
2)   Dengan teks yang sama tapi hanya sampai pada lafal  غنيمة terdapat dalam beberapa kitab, antara lain dalam sunan al-nasa’i, kitab al iman wasyari’uhu bab al-jihad dan musnad Ahmad sebanyak tiga kali.
3)   Dengan menggunakan lafal انتدب الله   bukan تضمن الله terdapat dalam Shahih al-Bukhari dalam kitab al-iman bab al-jihad min al-iman jilid 1:22, sunan al-Nasa’i dua kali yaitu dalam kitab al-jihad Ma Takaffallah jilid 3:12, dan kitab al-iman wasyari’uhu bab al-jihad jidil 6:536, serta dalam musnad Ahmad sebanyak tiga kali jilid 2:384 dan 399.
B.     Perawi Hadis
Pada makalah ini kami menguraikan riwayat hidup 2 di antara perawi hadis di atas, yaitu:
1.   Abu Hurairah
Abu Hurairah adalah salah satu sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis-hadis Rasulullah saw. Mengenai nama aslinya dan nama ayahnya, para sejarawan beragam komentar. Di antara mereka ada yang mengatakan Abd Rahman bin Shahar dan ada pula yang mengatakan Abd Rahman bin Ghanam, bahkan ada yang menyebut namanya dengan nama Abdullah, Sakin, Amir, Barir dan masih banyak lagi nama-nama yang lain.[12] Namun yang paling masyhur adalah Abd Rahman bin Sakhar al-Dawsy (salah satu kabilah di Yaman), sedangkan nama Islam yang diberikan Rasulullah sebagai pengganti nama jahiliyahnya adalah Abd Syams bin Sakhar. Kemudian Rasulullah memberinya gelar dengan Abu Hurairah pada saat Rasulullah melihat Abu Hurairah membawa kucing dan pada akhirnya Abu Hurairahlah yang lebih dikenal dibanding nama aslinya.  
Abu Hurairah masuk Islam pada tahun ke-7 hijriyah yaitu pada tahun perang khabar dan meninggal dunia pada tahun 57 H. di al-Aqiq menurut pendapat yang paling kuat. Dia juga dikenal sebagai pemimpin ahl al-Shuffah(para sahabat yang menghuni masjid Nabawi). Dan dialah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis. Menurut Baqi bin Mukhallad sebanyak 5374 buah hadis yang dia riwayatkan.
Dia mengambil hadis dari sekitar 800 sahabat, bahkan al-Bukhari meriwayatkan sekitar 93 hadis darinya sementara Imam Muslim meriwayatkan sekitar 189 hadis darinya.[13] Dan dia juga termasuk sahabat yang mendapatkan doa khusus dari Rasulullah yaitu doa agar dapat menghapal semua apa yang didengarnya sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim dan al-Turmudzi dalam kitab mereka.[14]
Diantara guru-gurunya adalah Rasulullah sendiri dan sahabat-sahabat senior seperti khulafa’ al-rasyidin,sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga, Aisyah dan lain-lain.
Sementara murud-muridnya antara lain dari kalangan sahabat seperti Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah, Usamah bin Zaid dan sahabat-sahabat junior, sedangkan dari kalangan tabi’in antara lain adalah Hasan al-Bashry, Said bin Musayyib, Atha’ bin Abi Rabah, Ibnu Syihab al-Zuhry dan lain-lain.
2.   Abu Zur’ah
Nama sebenarnya adalah Abdulah bin Abdul Karim, seorang hafidh besar yang terkenal, teman temannya mengakui kelebihannya dalam ilmu hadits, Abu Zur’ah seorang penghapal hadits dan seorang yang mendhabitkannya.
Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam kitabnya Ma’rifatu Ulumil Hadits, bahwa diwaktu Qutaibah bin Sa’ad pergi ke Rai, penduduknya meminta kepadanya.agar mengeluarkan hadits, Maka Qutaibah menolak dan berkata,” Apakah yang aku riwayatkan kepada kamu sesudah majlisku dihadiri Ahmad ibn Hanbal, Yahya ibn Ma’in, Ali ibn Mahdy, Abu Bakar ibn Abi Syainah dan Abu Khuzaimah?”. Mereka berkata kepadanya : disini ada seorang pemuda yang dapat menyebutkan segala apa yang telah anda riwayatkan dari majlis ke majlis, maka Abu Zur’ah pun menyebut hadits satu per satu. Al-Hakim menggolongkan beliau ini ke dalam golongan fuqaha hadits.Ia wafat pada tahun 264 H.[15]
C.    Penjelasan Kosa Kata dan Frase
تضمن  : Akar katanya adalah ض-م-ن yang berarti menjadikan sesuatu dalam kandungan/himpunan sesuatu lain. Namun dalam hadis ini artinya adalah menjamin dengan cara mewajibkan pada diri atas dasar memberi karunia dan memulyakan yang berarti menanggung atau menjamin.[16]
جهاد  : Berasal dari kata جهد  yang berarti payah, usaha atau tenaga sehingga kata الجهاد jika dibaca fathah jimnya maka bermakna tanah tandus atau keras sehingga dapat dikatakanجهاد  adalah usaha kuat dan  keras atau mengarahkan seluruh daya dalam menghadapi apa saja.[17] sehingga dalam hadis ini, jihad adalah mengerahkan segala daya dalam berperang.   
إيمان بي  : Berasal dari kalimat أمن  yang memiliki dua arti yaitu amanah (dapat dipercaya, ketentraman hati) dantasdiq (pembenaran).[18]
Maksud iman dalam hadis di atas adalah keyakinan dengan hati, pembenaran dengan lisan dan pengaplikasian dengan fisik. Makna asli iman adalah keyakinan dan pembenaran mantap yang tak tercampuri oleh keraguan atau kebimbangan.  
 وتصديق برسلي  : Maksud dari lafal ini adalah meyakini akan kebenaran para utusan Allah yang mulya. Dan lafal ini juga mengandung dalil atau argumentasi bahwa iman adalah sesuatu yang universal yang tidak dapat dipecah-pecah atau dipereteli. Maka iman tidak akan sah hanya dengan beriman kepada sebagian kandungannya sedangkan kandungan iman yang lain diingkari seperti beriman kepada Allah dan mendustakan para rasul.[19]
ضامن  : Kata ضامن  dalam hadis ini adalah menjadikan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dalam jaminan dan tanggungan Rasulullah agar dimasukkan ke dalam surga di akhirat kelak. Meskipun lafalضامن  dalam bentuk isim fa’il namun maknanya dapat berarti isim maf’ul yakni orang yang dijamin.    
غنيمة   : Kata ini pada dasarnya menunjukkan arti memanfaatkan sesuatu yang tidak pernah dimiliki sebelumnya. Namun dalam hadis ini, yang dimaksud dengan غنيمة  adalah harta yang diperoleh oleh para mujahid dari musuh-musuhnya dengan cara paksa atau karena menang.
أجر    : adalah balasan bagi setiap amal, jamaknya adalah أجور  atau إجارة  sehingga dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan أجر dalam hadis ini adalah paha dari Allah swt yang akan diberikan dan dinikmati di akhirat kelak.  
 نفس محمد بيده : Kalimat ini merupakan salah satu bentuk sumpah atas nama Allah, Dzat Yang Maha Suci lagi Maha Pencipta, karena semua jiwa makhluk ada dalam genggaman-Nya. Dialah yang memiliki hak penuh akan kehidupan dan kematian, penciptaan dan pengadaan.
كلم  : Kata yang terdiri dari ك-ل-م  ini memiliki dua makna yaitu ucapan yang memahamkan dan juga bermakna luka.[20] Dan dalam hadis ini, makna yang dikehendaki adalah makna luka, maksudnya bahwa tak satupun luka yang didapat dalam medan perang di jalan Allah kecuali luka itu akan muncul di hari kiamat seperti semula, warnanya bagaikan warna darah dan wanginya sewangi minyak kasturi.
يشق   : kata ini bermakna kesusahan, kepayahan dan keberatan. Sebagaimana firman Allah (وما أريد أن أشق عليك) “ Maka aku tidak hendak memberatkan atau menyusahkan kamu”.Dan dalam hadits juga dikatakan (لولا أن أشق علي أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة) “Seandainya aku tidak menyusahkan atau memberatkan umatku, niscaya aku suruh mereka untuk bersiwak (sikat gigi) setiap mau shalat”. 
خلاف سرية  : Lafal ini terdiri dari dua kata yaitu خلاف  yang berarti belakang dan سرية  yang berarti sekelompok pasukan atau satu kompi pasukan. Dari sini dapat dipahami bahwa maksud lafal tersebut adalah Rasulullah tidak mau ketinggalan dalam medan perang, bahkan dia ingin keluar dan ikut serta dalam setiap perang bersama kelompok atau kompi pasukan yang berjihad di jalan Allah.    
سعة   : Arti dasarnya adalah keluasan, kemewahan dan kelapangan, akan tetapi yang dimaksud dalam hadis ini adalah  kekuatan, kekuasaan dan harta yang cukup untuk menyiapkan pasukan dalam berjihad di jalan Allah.
لوددت  : Kata ini berasal dari tiga huruf yaitu و-د-د  yang menunjukkan arti suka, kasih, sayang, harap dan angan-angan sehingga maksudnya adalah saya suka dan mengharap sekali.
 أغزو   : Kata أغزو  terdiri dari huruf غ-ز-و  yang berarti mencari sesuatu, sukar membuahkan atau melahirkan sehingga الغازى  yaitu orang yang mencari dan susah menghasilkan. Oleh karena itu, orang yang berperang dikatakan الغازى  karena dia mencari ridha Allah namun harus melalui susah payah.
D.    Kandungan Hadits
Dengan bentuk yang mengagumkan ini, Rasulullah memberikan gambaran tentang pahala atau balasan orang yang berperang atau berjihad di jalan Allah yaitu mereka yang mengorbankan jiwa dan hartanya demi mengangkat harkat dan martabat agama serta memuliakan kalimat Allah. Balasan dan pahala apa yang lebih besar (dari pahala jihad ini) dan kedudukan apa yang lebih tinggi melebihi kedudukan yang diperuntukkan Allah kepada orang-orang yang berjihad di Jalan-Nya. Di mana Allah berfirman;
Ÿwur¨ûtù|¡øtrBtûïÏ%©!$#(#qè=ÏFè%ÎûÈ@Î6y«!$#$O?ºuqøBr&4ö@t/íä!$uŠômr&yYÏãóOÎgÎn/utbqè%yöãƒÇÊÏÒÈtûüÏm̍sù!$yJÎ/ãNßg9s?#uäª!$#`ÏB¾Ï&Î#ôÒsùtbrçŽÅ³ö;tGó¡ourtûïÏ%©!$$Î/öNs9(#qà)ysù=tƒNÍkÍ5ô`ÏiBöNÎgÏÿù=yzžwr&ì$öqyzöNÍköŽn=tæŸwuröNèdšcqçRtóstƒÇÊÐÉÈ
Artinya: “janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki. Mereka dalam Keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka”.
Kehidupan itu adalah kehidupan abadi lagi kekal selama-lamanya dalam surga keabadian dan singgasana kenikmatan. Kehidupan itu hanyalah sebagian anugerah yang diberikan oleh Allah sebagai penghormatan kepada para mujahid. Di samping itu, dalam kehidupan dunia, Allah telah menyiapkan untuk mereka panggilan yang indah (nama yang harum) di mana nama-nama mereka akan dikenang dalam daftar sejarah sepanjang zaman.
Mereka senantiasa hidup meskipun jasad telah tiada, mereka senantiasa disebut dan dielukan oleh setiap bibir dan dicintai oleh setiap hati. Dan inilah rahasia pelarangan Allah berkata bahwa para syuhada (pahlawan yang gugur di medan perang) telah mati/gugur karena sesungguhnya Allah mengabadikan nama baik mereka. Anugerah dan kemulyaan itu sudah cukup menjadi sebuah penghormatan dan kebanggaan bagi mereka.
Sungguh hadis Rasulullah telah menjelaskan bahwa Allah telah menjamin surga bagi siapa saja yang berjihad di jalan Allah, mengikhlaskan amal baiknya untuk Allah, beriman kepada Rasul-Nya, membenarkan dan meyakini janji-janji-Nya. Pahala dan balasan yang besar ini hanya diperuntukkan bagi mujahid yang menuntut penegakan kalimat Allah dan memulyakan agama dibalik jihadnya. Rasulullah pernah ditanya tentang seseorang yang berperang karena nafsu belaka supaya dikenal bahwa dia pemberani, atau berperang karena memperoleh materi (harta rampasan) atau berperang karena melindungi keluarganya, maka Rasulullah menjawab dengan kalimat yang mengagumkan seperti yang diriwayatkan darinya “Barang siapa yang berperang untuk menegakkan dan mengangkat kalimat Allah maka dialah yang berperang di jalan Allah”. Bahkan Rasulullah menutup hadisnya dengan sebuah sumpah bahwa seandainya bukan karena orang-orang Islam akan mengalami kerumitan dan kesusahan dan seandainya bukan kerena kepayahan yang akan menimpa orang-orang mukmin, maka Rasulullah tidak akan pernah ketinggalan sedikitpun mengambil bagian dalam setiap perang. Akan tetapi karena belas kasih sayangnyalah terhadap umatnya sehingga dia tidak turut serta dalam setiap perang.
Rasulullah mengharap dan berangan-angan agar dia terbunuh di jalan Allah kemudian hidup kembali kemudian berjihad dan terbunuh dan begitulah seterusnya, karena dia tahu betapa besar pahala dan balasan bagi syuhada di jalan Allah, maka hormatilah dan mulyakanlah setiap panglima dan pemimpin. Betapa indah seorang sastrawan muslim berkebangsaan Turki seraya berkata “Jika Anda tidak terbakar dan aku tidak terbakar maka dari mana cahaya itu akan muncul?”. 
Hadist di atas memberikan informasi tentang pentingnya setiap muslim untuk berjihad di jalan Allah sebab apapun yang terjadi, apakah menang atau kalah, semuanya akan mendapatkan balasan. Jika menang maka ada dua balasan yang diperoleh yaitu balasan dunia berupa materi (harta rampasan) dan pahala di akhirat nanti, namun jika kalah atau terbunuh maka juga akan mendapat balasan yakni pahala dan mati syahid. Bahkan arwah mereka berada dalam surga. Kalaupun tidak, mereka akan masuk surga bersama para al-sabiqin (orang Islam awal) dan al-muqarrabin (orang-orang yang dekat dengan Allah) tanpa hisab, tanpa adzab bahkan tanpa siksa karena dosa-dosanya sebab mati syahid-lah yang menjadi penebus dan penghapus atas dosa-dosa yang telah dilakukannya selama hidup.[21]  
Adapun pengertian jihad menurut bahasa yaitu bermakna mengerahkan seluruh kemampuan antara kedua belah pihak unuk saling mempertahankan posisinya, meskipun hanya berdasarkan perkiraan saja. Kan makna jihad menurut pengertian syara’, urf dan istilah adalah berperang di jalan Allah dengan segala ketentuannya.[22]
Meskipun demikian, setiap muslim yang berjihad harus mengetahui syarat-syarat atau kriteria agar perjuangannya dianggap jihad di jalan Allah. Di antaranya adalah:
a)    Perjuangannya murni untuk menegakkan kalimat Allah
b)   Beriman kepada Allah dan para rasul-Nya
c)    Ikhlas karena Allah dalam berjuang.
Hanya dengan cara ini, perjuangan seseorang bernilia ibadah di sisi Allah swt dan berhak mendapatkan jaminan dan janji Allah swt.
Di antara pesan dan kesan yang dapat dipetik dari hadis di atas antara lain:
Ø Keutamaan jihad dan mati syahid.
Ø Jaminan dan balasan bagi orang yang berjihad di jalan Allah, baik di dunia dengan mendapatkan materi maupun di akhirat dengan pahala yang besar dan surga.
Ø Pentingnya iman dan ikhlas dalam setiap aktivitas.
Ø Semua luka yang didapat dalam berjihad akan menjadi saksi di akhirat kelak.
Ø Boleh bersumpah dengan memakai nama Allah, sifat atau apa saja yang mengarah kepada-Nya.
Ø Bukti belas kasih dan kelembutan Rasulullah kepada umatnya
Ø Mendahulukan mashlahah yang paling penting di atas mashlahah yang lain.
Ø Anjuran untuk menjaga kasih sayang terhadap sesama muslim khususnya dan manusia pada umumnya.
Ø Berusaha menghilangkan hal-hal yang tidak menyenangkan atau membebani orang lain.
Ø Senantiasa berharap memperoleh kebaikan dan mati syahid.
Ø Anjuran berangan-angan baik meskipun secara adat (biasanya) mustahil terjadi.
Ø Jihad hanya fardhu kifayah bukan fardhu ‘ain.[23]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah dipaparkan dalam pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1)   Metode tahlili pada kitab hadis adalah metode dengan menjelaskan makna kosa kata dan kalimat pada suatu hadis, menghubungkan dengan nash-nash baik itu dengan al-Qur’an maupun dengan hadis-hadis lainnya dengan merujuk pada asbabul wurud.
2)   Aplikasi metode tahlili melalui beberapa langkah, yaitu, penetapan judul hadis, mengumpulkan sanad, matan dan mukharrij hadis yang terkait dengan judul, kemudian menentukan kualitas atau kedudukan hadis, memberikan pengertian baik dalam arti kosa kata  maupun frase serta menjelaskan kandungan hadis. Contoh hadis yang diambil penulis tentang kedudukan mujahid dalam Islam adalah hadis shahih dengan melihat para perawinya yang tsiqah.
B.     Saran-saran
Sebuah amanah yang sangat besar ketika judul makalah tentang Apliklasi Metode Tahlili dalam Fiqhi al-Hadis diberikan kepada penulis untuk dibahas dalam seminar mata kuliah Ulumul Hadis, karena bagi penulis hal ini merupakan tugas yang berat dan membutuhkan pemikiran serta tenaga yang luar biasa untuk bisa menyelesaikannya.



DAFTAR PUSTAKA
Al-Husain, Abu , Muslim bin al-Hajjaj. Shahih Muslim, Jilid 3, Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub, 1996.
Al-Mizzy, Abu al-Hajjaj Yusuf  bin Zaky. Tahdzib al-Kamal, Jilid 32, Bairut Lebanon: Muassasah al-Risalah, 1980.
Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadis, Jakarta: Sinar Grafika Offset, cet ke-1, 2008.
Nizar, Ali. Memahami Hadits Nabi, Yogyakarta: CESaD YPI Al-Rahman, Cet ke-1, 2001.
Husain al Munawar, Agil dan Masykur Hakim, I’jaz al-Qur’an dan Metodologi Tafsir, Semarang: Dina Utama,Cet. I, 1994.
Manzhur, Ibnu. Lisȃn al ‘Arab, Cairo: Dar al Ma’arif, 1119.
Majma al-Lugah al-Arabiyah, al-Mu’jam al-Wasit, Kairo: Maktabah al-Syuruq al-Dauliyah, Cet IV, 2004.
Khamdan, dkk, Studi Hadis Teori dan Metodologi,
Al-Nawiy, Syamsuddin Ramadlan. Hukum Islam seputar Jihad dan Mati Syahid, Surabaya:Fadillah Print, Cet. I, 2006.
Al-Afriqy, Muhammad bin Mukrim bin Manzhur. Lisan al-Arab, Jilid 3, Bairut Lebanon: Dar Ihya’ al-Turats al-Araby, 1996.
al-Nawawy, Yahya bin Syaraf. Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi, Jilid 13, Bairut Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1421 H/2000 M.
Mu’jam Maqayis al-Lughah. Jilid 1
Muhammad Ali al-Shabuny, Min Kunuz al-Sunnah.
Shahih al-Bukhari Kitab al-‘Ilm bab Hifzh al-‘Ilm Jilid 1 hal. 56. Shahih Muslim kitab Fadhail al-Shahabah bab Min Fadhail Abi Hurairah Jilid 4 hal. 1939 dan Sunan al-Turmudzi kitab al-Manaqib ‘anRasulillah babManaqib Abi Hurairah Jilid 5,  hal. 684.
Http : // Sabda Islam.Wordpres.com/ 2009/11/27/ Abu Zahrah, (13-01- 2010).



[2]IbnuManzhur, Lisȃn al ‘Arab, (Cairo: Dar al Ma’arif, 1119), Hlm. 978.
[3] Majma al-Lugah al-Arabiyah, al-Mu’jam al-Wasit ( Cet IV; Kairo: Maktabah al-Syuruq al-Dauliyah, 2004), h. 194.
[4] H.S. Agil Husain al Munawar dan Masykur Hakim, I’jaz al-Qur’an dan Metodologi Tafsir, (Cet I;Semarang: Dina Utama,1994), Hlm. 36.
[5] Ibid, Hlm. 29.
[6]Khamdan, dkk, Studi Hadis Teori dan Metodologi , Hlm. 73.

[8]Buchari M, Ibid, Hlm. 28.
[9] Khamdan, dkk, Studi Hadis Teori dan Metodologi ., Hlm. 74.

[11] Abu al-Husain, Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim, (Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub, 1996) Jilid 3 Hlm. 1495.

[13] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Sinar Grafika Offset, cet ke-1, 2008),  Hlm. 247 .
[14]Shahih al-Bukhari Kitab al-‘Ilm bab Hifzh al-‘Ilm Jilid 1 Hlm. 56. Shahih Muslim kitab Fadhail al-Shahabah bab Min Fadhail Abi Hurairah Jilid 4 Hlm. 1939 dan Sunan al-Turmudzi kitab al-Manaqib ‘anRasulillah bab Manaqib Abi Hurairah Jilid 5,  Hlm. 684.
[15] Http : // Sabda Islam.Wordpres.com/ 2009/11/27/ Abu Zahrah, (13-01- 2010).
[16] Abu al-Hasan Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu’jam Maqayis al-Lughah, (Bairut Lebanon: Dar al-Fikr) Jilid 3 ,Hlm. 292.
[17]  Muhammad bin Mukrim bin Manzhur al-Afriqy, Lisan al-Arab (Bairut Lebanon: Dar Ihya’ al-Turats al-Araby, 1996) Jilid 3, Hlm.133.
[18] Mu’jam Maqayis al-Lughah. Op.Cit. Jilid 1, Hlm. 138
[19] Muhammad Ali al-Shabuny, Min Kunuz al-Sunnah.  Hlm. 170.
[20]Mu’jam Maqayis al-Lughah. Op Cit. Jilid 5,  Hlm. 106.
[21]Yahya bin Syaraf al-Nawawy, Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi,Jilid 13, Bairut Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1421 H/2000 M, Hlm. 19.
[22]Syamsuddin Ramadlan al-Nawiy, Hukum Islam seputar Jihad dan Mati Syahid,Surabaya:Fadillah Print, Cet. I, 2006,Hlm. 33.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Wahyu Styabudi