METODE TAHLILI
Kata Pengantar
Denganmenyebutnama Allah SWT yang MahaPengasihlagiMahaPanyayang,
Kami panjatkan puja dan pujisyukurataskehadirat-Nya, yang
telahmelimpahkanrahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapatmenyelesaikanmakalahilmiahtentangSyarat
dan Sifat Kritik Matan Hadits dan Pengkritiknya.
Makalahilmiahinitelah kami susundenganmaksimal dan
mendapatkanbantuandariberbagaipihaksehinggadapatmemperlancarpembuatanmakalahini.
Untukitu kami menyampaikanbanyakterimakasihkepadasemuapihak yang
telahberkontribusidalampembuatanmakalahini.
Terlepasdarisemuaitu, Kami
menyadarisepenuhnyabahwamasihadakekuranganbaikdarisegisusunankalimatmaupun tata
bahasanya. Oleh karenaitudengantanganterbuka kami menerimasegala saran dan
kritikdaripembaca agar kami dapatmemperbaikimakalahilmiahini. Akhir kata kami
berharapsemogamakalahilmiahinidapatmemberikanmanfaatmaupuninspirasiterhdappembaca.
Jombang, 20 September
2018
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar.....................................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang........................................................................ ……… …1
B. RumusanMasalah................................................................... ……… …1
C. TujuanPenulisan............................................................. …………… …1
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian
metode Tahlili (analisis).................................................2
2. Ciri-ciri metode Tahlili
(analisis).....................................................3
3. Kelebihan dan kekurangan metode Tahlili
(analisi).........................4
4. Contoh hadits dengan metode Tahlili (analisis)...............................5
A. Kualitas/kedudukan
hadits...................................................6
B. Riwayat singkat perowi hadits
............................................6
C. Penjelasan kosa kata dan frase.............................................7
D. Kandungan
hadits.................................................................9
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
.....................................................................................13
B.
Saran saran ......................................................................................13
DAFTAR
PUSTAKA.....................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Para
ulama terdahulu telah banyak melakukan penafsiran terhadap hadits-hadits yang
terdapat dalam berbagai kitab hadits, yakni dengan menulis kitab-kitab syarah.
Meskipun kitab-kitab tersebut telah banyak disusun, tetapi upaya untuk
melakukan metode yang digunakan oleh para ulama dalam penyusunan kitab-kitab
syarah tersebut hampir tidak tersentuh.
Berdasarkan
fakta-fakta diatas, mengetahui cara atau metode pemahaman hadits-hadits yang
digunakan oleh para ulama dalam menyusun kitab syarah menjadi sebuah
keniscayaan, hal tersebut diperoleh untuk memperoleh kerangka umum bangunan
metodologis dalam pemahaman hadits.
Para
penulis telah mempersembahkan karya-karya mereka dibidang syarah hadits. Jika
karya-karya tersebut dicermati, maka dapat diklasifikasikan beberapa metode
yang dipergunakan oleh para pensyarah. Metode-metode syarah yang dimaksud
adalah metode tahlili, ijmali, muqorin dan maudlu’i.
Metode-metode
ini diadopsi dari metode penafsiran al-Qur’an dengan melihat karakter persamaan
yang terdapat antara penafsiran al-Qur’an dan penafsiran atau syarah hadits.
Artinya metode penafsiran al-Qur’an dapat diterapkan dalam syarah hadits dengan
mengubah redaksi/kata al-Qur’an menjadi hadits; tafsir mejadi syarah[1]
A.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian metode tahlili (analisis)?
2.
Apa
saja ciri-ciri metode tahlili (analisis)?
3.
Apa
saja kelebihan dan kekurangan metode tahlili (analisis)?
4.
Contoh
metode tahlili (analisis)?
B.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui pengertian metode tahlili (analisis).
2.
Untuk
mengetahui ciri-ciri metode tahlili (analisis).
3.
Untuk
mengetahui kelebihan dan kekurangan metode tahlili (analisis).
4.
Untuk
mengetahui contoh metode tahlili (analisis)
BAB II
PEMBAHASAN
A.
METODE
TAHLILI
1.
Pengertian
Secara
etimologi kata “tahlili” berasal dari kataحلل – يحلل -
تحليلا yang berarti menguraikan.[2]Metode
tahlili adalah metode analisa yang biasa digunakan dalam ilmu tafsir untuk
menginterpretasi ayat-ayat al-Qur’an. Metode ini kemudian diadopsi oleh para
pakar hadis dalam menginterpretasi hadis Nabi saw.
Dari segi
bahasa, tahlili berarti menjelaskan setiap bagian dari suatu jenis serta
fungsinya masing-masing.[3] Sedangkan defenisi terminologinya,
metode tahlili adalah metode yang mengurai kosa kata dan lafadz, menjelaskan
apa yangh diistinbatkan dan mengaitkan antara satu sama lain dengan merujuk
aspek historis dan nash-nash yang lain[4]
Metode syarah
Tahlili adalah menjelaskan hadits-hadits Nabi dengan memaparkan segala aspek
yang terkandung dan menerangkan makna-makna yang tercakup didalamnya sesuai
dengan kecenderungan dan keahlian pensyarah.[5]Metode tahlili adalah suatu metode
pemahaman hadis yang menjelaskan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW dengan
memaparkannya dari segala aspek yang terkandung dalam hadis tersebut, serta
memaparkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan kecenderungan
dan keahlian pensyarah.[6]
2.
Ciri-ciri
Metode Tahlili
Ciri-ciri
metode tahlili, syarah hadis yang mengikuti metode ini dapat mengambil bentuk ma’tsur (riwayat) yaitu, cara mensyarah hadis
nabi Saw dengan dalil-dalil yang ada, baik dengan ayat-ayat al-Quran atau hadis
itu sendiri, dengan pendapat sahabat, maupun dengan pendapat tabi’in; atau ra’y (pemikiran) yaitu, syarah hadis yang
didasarkan pada ijtihad pensyarah dan menjadikan akal fikiran sebagai
pendekatan utamanya.[7]
Secara
umum kitab-kitab syarah yang menggunakan metode tahliliy
biasanyaberbentuk mat’sur(riwayat) atau ra’yu (pemikiran rasional).
Syarah yang berbentuk ma’tsur ditandai dengan banyaknya dominasi
riwayat-riwayat yang datang dari sahabat, tabi’in atau ulama hadîts.
Sementara syarah yang berbentuk ra’yu banyak didominasi oleh pemikiran
rasional pensyarahnya.
Kitab-kitab
syarah yang menggunakan metode tahlili mempunyai ciri-ciri sebagai berikut
:[8]
1.
Pensyarahan yang dilakukan menggunakan pola menjelaskan makna yang
terkandung di dalam hadîtssecara komprehensif dan menyeluruh.
2.
Dalam pensyarahan, hadîts dijelaskan kata demi kata,
kalimat demi kalimat secara berurutan serta tidak terlewatkan juga
menerangkan sabab al wurud dari hadîts–hadîts yang dipahami
jika hadis tersebut memiliki sabab wurud-nya.
3.
Diuraikan pula pemahaman-pemahaman yang pernah disampaikan oleh
para sahabat, tabi’in dan para ahli syarah hadis lainnya dari
berbagai disiplin ilmu.
4.
Di samping itu dijelaskan juga munasabah(hubungan) antara satu
hadits dengan hadits yang lain.
5.
Selain itu, kadangkala syarah dengan metode ini diwamai
kecenderungan pensyarah pada salah satu mazhab tertentu, sehingga timbul
berbagai corak pensyarahan, seperti corak fiqhy dan corak lain yang
dikenal dalam bidang pemikiran Islam.
Di refrensi
lain Ciri-ciri kitab syarah yang
menggunakan metode tahlili dapat
diketahui sebagai berikut :[9]
1.
Pensyarahan
yang dilakukan menggunakan pola menjelaskan makna yang terkadung di dalam suatu
hadis secara komprehensif dan menyeluruh.
2.
Dalam
pensyarahan, hadis dijelaskan menggunakan kata demi kata, kalimat demi kalimat
secara berurutan serta tidak terlewatkan juga menerangkan sabab al-wuruddari hadis-hadis yang
dipahami, jika hadis tersebut memliliki sabab al-wurud.
3.
Diuraikan
pula pemahaman-pemahaman yang pernah disampaikan oleh para sahabat, tabi’in, dan para ulama hadis
maupun para ahli syarah hadis lainnya dari berbagai disiplin
ilmu.
4.
Dijelaskan
pula mengenai munasabah (hubungan) antara hadis yang satu
dengan hadis yang lainnya.
5.
Selain
itu, kadan pula syarah dengan metode ini diwarnai dengan
kecenderungan pensyarah terhadap salah satu mazhab.
3.
Kelebihan Dan Kekurangan Metode Tahlili
Maka,
sebagaimana metode syarah (tafsir) yang lain, metode tahlili (analitis) juga
memiliki kelemahan dan kelebihan, diantaranya :
A.
Kelebihan
;
1)
Ruang
lingkup yang luas: Metode analisis mempunyai ruang lingkup yang termasuk luas.
Metode ini dapat digunakan oleh pensyarah dalam dua bentuknya ma’tsur dan ra’y.
2)
Memuat
berbagai ide: Metode analitis relatif memberikan kesempatan yang luas kepada
pensyarah untuk mencurahkan ide-ide dan gagasannya dalam mensyarah hadis.
B.
Kekurangan
;
1)
Menjadikan
petunjuk Hadis parsial: Metode analitis juga dapat membuat petunjuk Hadis
bersifat parsial atau terpecah-pecah, sehingga terasa seakan-akan memberikan
pedoman secara tidak utuh dan tidak konsisten karena penjelasan yang diberikan
pada suatu ayat berbeda dari penjelasan yang diberikan pada hadis-hadis lain
yang mirip atau sama dengannya.
2)
Melahirkan
pensyarah subyektif. Metode analitis ini member peluang yang luas kepada
pensyarah untuk mengemukakan ide-ide dan pemikirannya.
3)
Masuk
pemikiran Israiliat: Metode tahlili tidak membatasi pensyarah dalam dalam
mengemukakan penjelasannya, maka berbagai pemikiran dapat masuk ke dalamnya,
tidak terkecuali pemikiran Israiliat.[10]
4.
Contoh
hadits terkait aplikasi metode Tahlili
Pada
makalah ini, kami memberikan tanda bahwa yamg termasuk sanad pada hadis ini
adalah lafadz yang bergaris bawah, matan adalah lafadz yang kami beri tanda
dengan huruf tebal sedangkan mukharrij adalah lafadz yang terletak dalam tanda
kurung.
وحدثني زهير بن
حرب حدثنا جرير عن عمارة وهو ابن القعقاع عن أبي زرعة عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى اللهم عليه وسلم تضمن الله لمن خرج في
سبيله لا يخرجه إلا جهاد في سبيلي وإيمانا بي وتصديقا برسلي فهو علي ضامن أن أدخله
الجنة أو أرجعه إلى مسكنه الذي خرج منه نائلا ما نال من أجر أو غنيمة والذي نفس
محمد بيده ما من كلم يكلم في سبيل الله إلا جاء يوم القيامة كهيئته حين كلم لونه
لون دم وريحه مسك والذي نفس محمد بيده لولا أن يشق على المسلمين ما قعدت خلاف سرية
تغزو في سبيل الله أبدا ولكن لا أجد سعة فأحملهم ولا يجدون سعة ويشق عليهم أن
يتخلفوا عني والذي نفس محمد بيده لوددت أني أغزو في سبيل الله فأقتل ثم أغزو فأقتل
ثم أغزو فأقتل و حدثناه أبو بكر بن أبي شيبة وأبو كريب قالا حدثنا ابن فضيل عن
عمارة بهذا الإسنا .(رواه مسلم)[11]
Terjemahan:“…Dari
Abi Hurairah RA. Dari Nabi saw. bersabda “Allah akan menanggung orang yang
keluar di jalan Allah hanya untuk berjihad di jalanku (Allah), beriman kepadaku
dan membenarkan rasulku, maka dia akan dijamin untuk dimasukkan ke dalam surga
atau kembali ke rumahnya dalam keadaan memperoleh pahala
atau ghanimah (harta rampasan). Demi jiwa Muhammad dalam
genggaman-Nya, tak satupun luka yang diperoleh di jalan Allah, kecuali datang
pada hari kiamat sebagaimana keadaannya ketika dilukai. Warnanya adalah warna
darah, wanginya seharum misik (minyak wangi). Demi jiwa Muhammad dalam
genggaman-Nya seandainya tidak memberatkan terhadap orang Islam saya tidak akan
duduk dibelakang pasukan (tidak ikut) berperang di jalan Allah selamanya akan
tetapi saya tidak mampu (fisik dan materi) untuk membawa mereka (perang) dan
mereka juga tidak akan mampu bahkan mereka akan merasa berat untuk diam (tidak
ikut saya dalam perang). Demi jiwa Muhammad dalam genggaman-Nya saya rindu
untuk berperang di jalan Allah lalu saya terbunuh (kata tersebut diulangi tiga
kali).
A.
Kualitas/ Kedudukan Hadis
Semua perawi hadits tersebut di
atas tsiqah, mulai dari Abu Hurairah, Abu Zur’ah, “Umarah bin al-Qa’qa’,
Jarir bin Abd Humaid dan Zuhair bin Harb, sehingga bisa dipastikan hadis
tersebut shahih. Apa lagi hadis tersebut didukung oleh riwayat lain
sebagai berikut:
1)
Dengan
teks yang sama panjangnya terdapat dalam Sunan Ibnu Majah
kitab al-Jihad bab Fadhl al-Jihad fi Sabilillah, Jilid 2:
920.
2)
Dengan
teks yang sama tapi hanya sampai pada lafal غنيمة terdapat
dalam beberapa kitab, antara lain dalam sunan al-nasa’i, kitab al iman
wasyari’uhu bab al-jihad dan musnad Ahmad sebanyak tiga kali.
3)
Dengan
menggunakan lafal انتدب الله bukan تضمن الله terdapat dalam Shahih
al-Bukhari dalam kitab al-iman bab al-jihad min al-iman jilid 1:22, sunan
al-Nasa’i dua kali yaitu dalam kitab al-jihad Ma Takaffallah jilid 3:12, dan
kitab al-iman wasyari’uhu bab al-jihad jidil 6:536, serta dalam musnad Ahmad
sebanyak tiga kali jilid 2:384 dan 399.
B.
Perawi Hadis
Pada makalah ini kami menguraikan
riwayat hidup 2 di antara perawi hadis di atas, yaitu:
1.
Abu
Hurairah
Abu Hurairah
adalah salah satu sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis-hadis
Rasulullah saw. Mengenai nama aslinya dan nama ayahnya, para sejarawan beragam
komentar. Di antara mereka ada yang mengatakan Abd Rahman bin Shahar dan ada
pula yang mengatakan Abd Rahman bin Ghanam, bahkan ada yang menyebut namanya
dengan nama Abdullah, Sakin, Amir, Barir dan masih banyak lagi nama-nama yang
lain.[12]
Namun yang paling masyhur adalah Abd Rahman bin Sakhar al-Dawsy (salah satu
kabilah di Yaman), sedangkan nama Islam yang diberikan Rasulullah sebagai
pengganti nama jahiliyahnya adalah Abd Syams bin Sakhar. Kemudian Rasulullah
memberinya gelar dengan Abu Hurairah pada saat Rasulullah melihat Abu Hurairah
membawa kucing dan pada akhirnya Abu Hurairahlah yang lebih dikenal dibanding
nama aslinya.
Abu Hurairah
masuk Islam pada tahun ke-7 hijriyah yaitu pada tahun perang khabar dan
meninggal dunia pada tahun 57 H. di al-Aqiq menurut pendapat yang
paling kuat. Dia juga dikenal sebagai pemimpin ahl al-Shuffah(para sahabat
yang menghuni masjid Nabawi). Dan dialah sahabat yang paling banyak
meriwayatkan hadis. Menurut Baqi bin Mukhallad sebanyak 5374 buah hadis yang
dia riwayatkan.
Dia mengambil
hadis dari sekitar 800 sahabat, bahkan al-Bukhari meriwayatkan sekitar 93 hadis
darinya sementara Imam Muslim meriwayatkan sekitar 189 hadis darinya.[13] Dan
dia juga termasuk sahabat yang mendapatkan doa khusus dari Rasulullah yaitu doa
agar dapat menghapal semua apa yang didengarnya sebagaimana yang diriwayatkan
oleh al-Bukhari, Muslim dan al-Turmudzi dalam kitab mereka.[14]
Diantara
guru-gurunya adalah Rasulullah sendiri dan sahabat-sahabat senior
seperti khulafa’ al-rasyidin,sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga,
Aisyah dan lain-lain.
Sementara
murud-muridnya antara lain dari kalangan sahabat seperti Anas bin Malik, Jabir
bin Abdullah, Usamah bin Zaid dan sahabat-sahabat junior, sedangkan dari
kalangan tabi’in antara lain adalah Hasan al-Bashry, Said bin Musayyib, Atha’
bin Abi Rabah, Ibnu Syihab al-Zuhry dan lain-lain.
2.
Abu
Zur’ah
Nama sebenarnya
adalah Abdulah bin Abdul Karim, seorang hafidh besar yang terkenal, teman
temannya mengakui kelebihannya dalam ilmu hadits, Abu Zur’ah seorang penghapal
hadits dan seorang yang mendhabitkannya.
Diriwayatkan
oleh al-Hakim dalam kitabnya Ma’rifatu Ulumil Hadits, bahwa diwaktu Qutaibah
bin Sa’ad pergi ke Rai, penduduknya meminta kepadanya.agar mengeluarkan hadits,
Maka Qutaibah menolak dan berkata,” Apakah yang aku riwayatkan kepada kamu
sesudah majlisku dihadiri Ahmad ibn Hanbal, Yahya ibn Ma’in, Ali ibn Mahdy, Abu
Bakar ibn Abi Syainah dan Abu Khuzaimah?”. Mereka berkata kepadanya : disini
ada seorang pemuda yang dapat menyebutkan segala apa yang telah anda riwayatkan
dari majlis ke majlis, maka Abu Zur’ah pun menyebut hadits satu per satu.
Al-Hakim menggolongkan beliau ini ke dalam golongan fuqaha hadits.Ia wafat pada
tahun 264 H.[15]
C.
Penjelasan Kosa Kata dan Frase
تضمن : Akar katanya adalah ض-م-ن yang
berarti menjadikan sesuatu dalam kandungan/himpunan sesuatu lain. Namun dalam
hadis ini artinya adalah menjamin dengan cara mewajibkan pada diri atas dasar
memberi karunia dan memulyakan yang berarti menanggung atau menjamin.[16]
جهاد : Berasal dari kata جهد
yang berarti payah, usaha atau tenaga sehingga kata الجهاد jika
dibaca fathah jimnya maka bermakna tanah tandus atau keras sehingga dapat
dikatakanجهاد adalah usaha kuat dan keras atau mengarahkan
seluruh daya dalam menghadapi apa saja.[17] sehingga
dalam hadis ini, jihad adalah mengerahkan segala daya dalam
berperang.
إيمان
بي : Berasal
dari kalimat أمن yang memiliki dua arti yaitu amanah (dapat dipercaya,
ketentraman hati) dantasdiq (pembenaran).[18]
Maksud iman
dalam hadis di atas adalah keyakinan dengan hati, pembenaran dengan lisan dan
pengaplikasian dengan fisik. Makna asli iman adalah keyakinan dan pembenaran
mantap yang tak tercampuri oleh keraguan atau kebimbangan.
وتصديق برسلي : Maksud
dari lafal ini adalah meyakini akan kebenaran para utusan Allah yang mulya. Dan
lafal ini juga mengandung dalil atau argumentasi bahwa iman adalah sesuatu yang
universal yang tidak dapat dipecah-pecah atau dipereteli. Maka iman tidak akan
sah hanya dengan beriman kepada sebagian kandungannya sedangkan kandungan iman
yang lain diingkari seperti beriman kepada Allah dan mendustakan para rasul.[19]
ضامن : Kata ضامن dalam hadis
ini adalah menjadikan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dalam jaminan
dan tanggungan Rasulullah agar dimasukkan ke dalam surga di akhirat kelak.
Meskipun lafalضامن dalam bentuk isim fa’il namun maknanya dapat berarti isim
maf’ul yakni orang yang dijamin.
غنيمة : Kata ini pada dasarnya
menunjukkan arti memanfaatkan sesuatu yang tidak pernah dimiliki sebelumnya.
Namun dalam hadis ini, yang dimaksud dengan غنيمة adalah harta yang diperoleh oleh
para mujahid dari musuh-musuhnya dengan cara paksa atau karena menang.
أجر : adalah balasan bagi
setiap amal, jamaknya adalah أجور atau إجارة sehingga dapat dipahami bahwa yang
dimaksud dengan أجر dalam hadis ini adalah paha dari Allah swt yang akan
diberikan dan dinikmati di akhirat kelak.
نفس محمد بيده : Kalimat ini merupakan salah satu bentuk sumpah
atas nama Allah, Dzat Yang Maha Suci lagi Maha Pencipta, karena semua jiwa makhluk
ada dalam genggaman-Nya. Dialah yang memiliki hak penuh akan kehidupan dan
kematian, penciptaan dan pengadaan.
كلم : Kata yang terdiri dari ك-ل-م
ini memiliki dua makna yaitu ucapan yang memahamkan dan juga bermakna luka.[20] Dan
dalam hadis ini, makna yang dikehendaki adalah makna luka, maksudnya bahwa tak
satupun luka yang didapat dalam medan perang di jalan Allah kecuali luka itu
akan muncul di hari kiamat seperti semula, warnanya bagaikan warna darah dan
wanginya sewangi minyak kasturi.
يشق : kata ini bermakna
kesusahan, kepayahan dan keberatan. Sebagaimana firman Allah (وما أريد أن أشق عليك)
“ Maka aku tidak hendak memberatkan atau menyusahkan kamu”.Dan dalam hadits
juga dikatakan (لولا أن أشق علي أمتي لأمرتهم بالسواك
عند كل صلاة) “Seandainya aku
tidak menyusahkan atau memberatkan umatku, niscaya aku suruh mereka untuk
bersiwak (sikat gigi) setiap mau shalat”.
خلاف
سرية
: Lafal ini terdiri dari dua kata yaitu خلاف yang berarti belakang dan سرية
yang berarti sekelompok pasukan atau satu kompi pasukan. Dari sini dapat
dipahami bahwa maksud lafal tersebut adalah Rasulullah tidak mau ketinggalan
dalam medan perang, bahkan dia ingin keluar dan ikut serta dalam setiap perang
bersama kelompok atau kompi pasukan yang berjihad di jalan
Allah.
سعة : Arti dasarnya adalah
keluasan, kemewahan dan kelapangan, akan tetapi yang dimaksud dalam hadis ini
adalah kekuatan, kekuasaan dan harta yang cukup untuk menyiapkan
pasukan dalam berjihad di jalan Allah.
لوددت : Kata ini berasal dari tiga
huruf yaitu و-د-د yang menunjukkan arti suka, kasih, sayang, harap dan
angan-angan sehingga maksudnya adalah saya suka dan mengharap sekali.
أغزو : Kata أغزو
terdiri dari huruf غ-ز-و yang berarti mencari sesuatu, sukar membuahkan atau melahirkan
sehingga الغازى yaitu orang yang mencari dan susah menghasilkan. Oleh
karena itu, orang yang berperang dikatakan الغازى karena dia mencari ridha Allah namun
harus melalui susah payah.
D. Kandungan Hadits
Dengan
bentuk yang mengagumkan ini, Rasulullah memberikan gambaran tentang pahala atau
balasan orang yang berperang atau berjihad di jalan Allah yaitu mereka yang
mengorbankan jiwa dan hartanya demi mengangkat harkat dan martabat agama serta
memuliakan kalimat Allah. Balasan dan pahala apa yang lebih besar (dari pahala
jihad ini) dan kedudukan apa yang lebih tinggi melebihi kedudukan yang
diperuntukkan Allah kepada orang-orang yang berjihad di Jalan-Nya. Di mana
Allah berfirman;
wur¨ûtù|¡øtrBtûïÏ%©!$#(#qè=ÏFè%ÎûÈ@Î6y«!$#$O?ºuqøBr&4ö@t/íä!$uômr&yYÏãóOÎgÎn/utbqè%yöãÇÊÏÒÈtûüÏmÌsù!$yJÎ/ãNßg9s?#uäª!$#`ÏB¾Ï&Î#ôÒsùtbrçųö;tGó¡ourtûïÏ%©!$$Î/öNs9(#qà)ysù=tNÍkÍ5ô`ÏiBöNÎgÏÿù=yzwr&ì$öqyzöNÍkön=tæwuröNèdcqçRtóstÇÊÐÉÈ
Artinya: “janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di
jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat
rezki. Mereka dalam Keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya
kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih
tinggal di belakang yang belum menyusul mereka”.
Kehidupan itu adalah kehidupan abadi lagi kekal selama-lamanya
dalam surga keabadian dan singgasana kenikmatan. Kehidupan itu hanyalah
sebagian anugerah yang diberikan oleh Allah sebagai penghormatan kepada para
mujahid. Di samping itu, dalam kehidupan dunia, Allah telah menyiapkan untuk
mereka panggilan yang indah (nama yang harum) di mana nama-nama mereka akan
dikenang dalam daftar sejarah sepanjang zaman.
Mereka senantiasa hidup meskipun jasad telah tiada, mereka
senantiasa disebut dan dielukan oleh setiap bibir dan dicintai oleh setiap
hati. Dan inilah rahasia pelarangan Allah berkata bahwa para syuhada (pahlawan
yang gugur di medan perang) telah mati/gugur karena sesungguhnya Allah
mengabadikan nama baik mereka. Anugerah dan kemulyaan itu sudah cukup menjadi
sebuah penghormatan dan kebanggaan bagi mereka.
Sungguh hadis Rasulullah telah menjelaskan bahwa Allah telah
menjamin surga bagi siapa saja yang berjihad di jalan Allah, mengikhlaskan amal
baiknya untuk Allah, beriman kepada Rasul-Nya, membenarkan dan meyakini
janji-janji-Nya. Pahala dan balasan yang besar ini hanya diperuntukkan bagi
mujahid yang menuntut penegakan kalimat Allah dan memulyakan agama dibalik
jihadnya. Rasulullah pernah ditanya tentang seseorang yang berperang karena
nafsu belaka supaya dikenal bahwa dia pemberani, atau berperang karena
memperoleh materi (harta rampasan) atau berperang karena melindungi
keluarganya, maka Rasulullah menjawab dengan kalimat yang mengagumkan seperti
yang diriwayatkan darinya “Barang siapa yang berperang untuk menegakkan dan
mengangkat kalimat Allah maka dialah yang berperang di jalan Allah”. Bahkan
Rasulullah menutup hadisnya dengan sebuah sumpah bahwa seandainya bukan karena
orang-orang Islam akan mengalami kerumitan dan kesusahan dan seandainya bukan
kerena kepayahan yang akan menimpa orang-orang mukmin, maka Rasulullah tidak
akan pernah ketinggalan sedikitpun mengambil bagian dalam setiap perang. Akan
tetapi karena belas kasih sayangnyalah terhadap umatnya sehingga dia tidak
turut serta dalam setiap perang.
Rasulullah mengharap dan berangan-angan agar dia terbunuh di jalan
Allah kemudian hidup kembali kemudian berjihad dan terbunuh dan begitulah
seterusnya, karena dia tahu betapa besar pahala dan balasan bagi syuhada di
jalan Allah, maka hormatilah dan mulyakanlah setiap panglima dan pemimpin.
Betapa indah seorang sastrawan muslim berkebangsaan Turki seraya berkata “Jika
Anda tidak terbakar dan aku tidak terbakar maka dari mana cahaya itu akan
muncul?”.
Hadist di atas memberikan informasi tentang pentingnya setiap
muslim untuk berjihad di jalan Allah sebab apapun yang terjadi, apakah menang
atau kalah, semuanya akan mendapatkan balasan. Jika menang maka ada dua balasan
yang diperoleh yaitu balasan dunia berupa materi (harta rampasan) dan pahala di
akhirat nanti, namun jika kalah atau terbunuh maka juga akan mendapat balasan
yakni pahala dan mati syahid. Bahkan arwah mereka berada dalam surga. Kalaupun
tidak, mereka akan masuk surga bersama para al-sabiqin (orang Islam
awal) dan al-muqarrabin (orang-orang yang dekat dengan Allah) tanpa
hisab, tanpa adzab bahkan tanpa siksa karena dosa-dosanya sebab mati syahid-lah
yang menjadi penebus dan penghapus atas dosa-dosa yang telah dilakukannya
selama hidup.[21]
Adapun pengertian jihad menurut bahasa yaitu bermakna mengerahkan
seluruh kemampuan antara kedua belah pihak unuk saling mempertahankan
posisinya, meskipun hanya berdasarkan perkiraan saja. Kan makna jihad menurut
pengertian syara’, urf dan istilah adalah berperang di jalan Allah dengan
segala ketentuannya.[22]
Meskipun demikian, setiap muslim yang berjihad harus mengetahui
syarat-syarat atau kriteria agar perjuangannya dianggap jihad di jalan Allah.
Di antaranya adalah:
a)
Perjuangannya
murni untuk menegakkan kalimat Allah
b)
Beriman
kepada Allah dan para rasul-Nya
c)
Ikhlas
karena Allah dalam berjuang.
Hanya dengan cara ini, perjuangan seseorang bernilia ibadah di sisi
Allah swt dan berhak mendapatkan jaminan dan janji Allah swt.
Di antara pesan dan kesan yang dapat dipetik dari hadis di atas
antara lain:
Ø Keutamaan jihad dan mati syahid.
Ø Jaminan dan balasan bagi orang yang berjihad di jalan Allah, baik
di dunia dengan mendapatkan materi maupun di akhirat dengan pahala yang besar
dan surga.
Ø Pentingnya iman dan ikhlas dalam setiap aktivitas.
Ø Semua luka yang didapat dalam berjihad akan menjadi saksi di
akhirat kelak.
Ø Boleh bersumpah dengan memakai nama Allah, sifat atau apa saja yang
mengarah kepada-Nya.
Ø Bukti belas kasih dan kelembutan Rasulullah kepada umatnya
Ø Mendahulukan mashlahah yang paling penting di atas mashlahah yang
lain.
Ø Anjuran untuk menjaga kasih sayang terhadap sesama muslim khususnya
dan manusia pada umumnya.
Ø Berusaha menghilangkan hal-hal yang tidak menyenangkan atau
membebani orang lain.
Ø Senantiasa berharap memperoleh kebaikan dan mati syahid.
Ø Anjuran berangan-angan baik meskipun secara adat (biasanya)
mustahil terjadi.
Ø Jihad hanya fardhu kifayah bukan fardhu ‘ain.[23]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan-penjelasan
yang telah dipaparkan dalam pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1)
Metode
tahlili pada kitab hadis adalah metode dengan menjelaskan makna kosa kata dan
kalimat pada suatu hadis, menghubungkan dengan nash-nash baik itu dengan
al-Qur’an maupun dengan hadis-hadis lainnya dengan merujuk pada asbabul wurud.
2)
Aplikasi
metode tahlili melalui beberapa langkah, yaitu, penetapan judul hadis,
mengumpulkan sanad, matan dan mukharrij hadis yang terkait dengan judul,
kemudian menentukan kualitas atau kedudukan hadis, memberikan pengertian baik
dalam arti kosa kata maupun frase serta menjelaskan kandungan
hadis. Contoh hadis yang diambil penulis tentang kedudukan mujahid dalam
Islam adalah hadis shahih dengan melihat para perawinya yang tsiqah.
B.
Saran-saran
Sebuah amanah yang sangat besar
ketika judul makalah tentang Apliklasi Metode Tahlili dalam Fiqhi al-Hadis
diberikan kepada penulis untuk dibahas dalam seminar mata kuliah Ulumul Hadis,
karena bagi penulis hal ini merupakan tugas yang berat dan membutuhkan
pemikiran serta tenaga yang luar biasa untuk bisa menyelesaikannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Husain, Abu , Muslim bin
al-Hajjaj. Shahih Muslim, Jilid 3, Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub, 1996.
Al-Mizzy, Abu al-Hajjaj
Yusuf bin Zaky. Tahdzib al-Kamal, Jilid 32, Bairut
Lebanon: Muassasah al-Risalah, 1980.
Majid Khon, Abdul. Ulumul
Hadis, Jakarta: Sinar Grafika Offset, cet ke-1, 2008.
Nizar, Ali. Memahami Hadits Nabi, Yogyakarta:
CESaD YPI Al-Rahman, Cet ke-1, 2001.
Husain al Munawar, Agil dan Masykur
Hakim, I’jaz al-Qur’an dan Metodologi Tafsir, Semarang: Dina Utama,Cet.
I, 1994.
Manzhur, Ibnu. Lisȃn
al ‘Arab, Cairo: Dar al Ma’arif, 1119.
Majma al-Lugah al-Arabiyah,
al-Mu’jam al-Wasit, Kairo: Maktabah al-Syuruq al-Dauliyah, Cet IV, 2004.
Khamdan,
dkk, Studi Hadis Teori dan Metodologi,
Al-Nawiy, Syamsuddin Ramadlan. Hukum
Islam seputar Jihad dan Mati Syahid, Surabaya:Fadillah Print, Cet. I, 2006.
Al-Afriqy, Muhammad bin Mukrim bin
Manzhur. Lisan al-Arab, Jilid 3, Bairut Lebanon: Dar Ihya’
al-Turats al-Araby, 1996.
al-Nawawy, Yahya bin Syaraf. Shahih
Muslim bi Syarh al-Nawawi, Jilid 13, Bairut Lebanon: Dar al-Kutub
al-Ilmiyah, 1421 H/2000 M.
Mu’jam Maqayis al-Lughah. Jilid 1
Muhammad Ali al-Shabuny, Min
Kunuz al-Sunnah.
Shahih
al-Bukhari Kitab al-‘Ilm bab Hifzh al-‘Ilm Jilid 1
hal. 56. Shahih Muslim kitab Fadhail al-Shahabah bab Min
Fadhail Abi Hurairah Jilid 4 hal. 1939 dan Sunan
al-Turmudzi kitab al-Manaqib ‘anRasulillah babManaqib Abi Hurairah Jilid
5, hal. 684.
[2]IbnuManzhur, Lisȃn al ‘Arab, (Cairo:
Dar al Ma’arif, 1119), Hlm. 978.
[3] Majma al-Lugah al-Arabiyah, al-Mu’jam
al-Wasit ( Cet IV; Kairo: Maktabah al-Syuruq al-Dauliyah, 2004), h. 194.
[4] H.S. Agil Husain al Munawar dan
Masykur Hakim, I’jaz al-Qur’an dan Metodologi Tafsir, (Cet I;Semarang:
Dina Utama,1994), Hlm. 36.
[5] Ibid, Hlm. 29.
[11] Abu al-Husain, Muslim bin
al-Hajjaj, Shahih Muslim, (Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub, 1996) Jilid
3 Hlm. 1495.
[12] Abu al-Hajjaj
Yusuf bin Zaky al-Mizzy, Tahdzib al-Kamal (Bairut
Lebanon: Muassasah al-Risalah, 1980) Jilid 32, Hlm. 463.
[13] Abdul Majid Khon, Ulumul
Hadis (Jakarta: Sinar Grafika Offset, cet ke-1, 2008), Hlm.
247 .
[14]Shahih
al-Bukhari Kitab al-‘Ilm bab Hifzh al-‘Ilm Jilid 1 Hlm.
56. Shahih Muslim kitab Fadhail al-Shahabah bab Min Fadhail
Abi Hurairah Jilid 4 Hlm. 1939 dan Sunan
al-Turmudzi kitab al-Manaqib ‘anRasulillah bab Manaqib Abi
Hurairah Jilid 5, Hlm. 684.
[15] Http : // Sabda Islam.Wordpres.com/
2009/11/27/ Abu Zahrah, (13-01- 2010).
[16] Abu al-Hasan
Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu’jam Maqayis al-Lughah, (Bairut
Lebanon: Dar al-Fikr) Jilid 3 ,Hlm. 292.
[17] Muhammad
bin Mukrim bin Manzhur al-Afriqy, Lisan al-Arab (Bairut
Lebanon: Dar Ihya’ al-Turats al-Araby, 1996) Jilid 3, Hlm.133.
[18]
Mu’jam Maqayis al-Lughah. Op.Cit. Jilid 1, Hlm. 138
[19] Muhammad Ali
al-Shabuny, Min Kunuz al-Sunnah.
Hlm. 170.
[20]Mu’jam Maqayis al-Lughah.
Op Cit. Jilid 5, Hlm. 106.
[21]Yahya bin Syaraf
al-Nawawy, Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi,Jilid 13, Bairut
Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1421 H/2000 M, Hlm. 19.
[22]Syamsuddin Ramadlan al-Nawiy, Hukum
Islam seputar Jihad dan Mati Syahid,Surabaya:Fadillah Print, Cet. I,
2006,Hlm. 33.
[23]Faidah, pesan dan
kesan yang dicatat dalam makalah ini diambil dan disaring
dari al-Muntaqy Syarh al-Muwattha’ Malik Jilid 3 hal
21, Fath al-Bary Jilid 1 hal 58 Syarh al-Nawawi ‘ala Shahih
Muslim Jilid 13 hal 19. Tuhfah al-Ahwadzi Syarh Sunan
al-Turmudzi Jilid 5 hal 206 Syarh al-Suyuthi ‘ala Sunan
al-Nasa’i Jilid 8 Hlm. 117
Tidak ada komentar:
Posting Komentar