STUDY KITAB SYARAH HADIS / Syarah Hadis/ III


MAKALAH
STUDY KITAB SYARAH HADIS























KATA PENGANTAR

           Dengan nama ALLAH yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, penulis memanjatkan puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT. Karena atas rahmat, dan hidayahnyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Begitupula shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
            Dalam penyusunan makalah ini penulis sedikit mengalami kesulitan dan rintangan, namun berkat bantuan yang diberikan dari berbagai pihak, sehingga kesulitan-kesulitan tersebut bisa teratasi dengan baik. Dengan makalah ini semoga apa yang akan di jelaskan bernilai ibadah disisi ALLAH SWT.
    


                                                                                           JOMBANG, 16 SEPTEMBER 2O18


                                                                                                          PENYUSUN

       














DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ ....................1
DAFTAR ISI.................................................................................................... ...........................2
BAB I : PENDAHULUAN........................................................................... .............................3
a.  Latar belakang masalah...................................................................... ..............................3
b.  Rumusan masalah.................................................................................. ...........................3
c.   Tujuan pembahasan.................................................................................. ........................3
BAB II : PEMBAHASAN..................................................................................... .....................4
a.       Tinjauan Historis Syarh Hadis.......................................................................................4
b.     Ciri-ciri Kitab Syarh Hadis Dalam Prespektif Hadis....................................................7
BAB III : PENUTUP.................................................................................................................8
a.  Kesimpulan ......................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10




















BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
. Seluruh umat Islam telah menerima paham, bahwa hadist Rosulullah Saw. itu sebagai pedoman hidup yang utama setelah al-Quran. Tingkah laku manusia yang tidak ditegaskan dan hukum-hukum yang masih bersifat umum yang kemudian tidak ada perincian setelahnya dari ayat-ayat al-Quran, maka hendaklah dicari penyelesaiannya di hadist. Dan hadist nabi telah ada sejak awal perkembangan Islam adalah sebuah kenyataan yang tidak dapat diragukan lagi. Terlebih orang arab sangat menyukai hafalan, maka tidak heran jika para sahabat terbiasa menghafal apa-apa yang Rosulullah ucapkan, lakukan dan mereka mengisahkannya kembali. Setiap waktu hadist mengalami perkembangan.
Sunnah Nabi bagi mereka sangat terlampau penting untuk tidak dilengahkan atau dilupakan. Dan hal ini sangat terlihat sebagai bukti terkuat dalam sejarah Islam dan menggagalkan setiap usaha untuk merusaknya baik secara religius maupun historis.
Karena itu sebab dan penjelasan tentang hadist selalu menarik untuk dikaji sejalan dengan perkembangan nalar manusia yang semakin kritis. Dan tidak heran jika kemudian banyak pihak yang ikut nimbrung dalam mengkritik hadits meskipun mereka tidak faham ilmunya.

B.  Rumusan Masalah.
1.    Bagaimana Tinjauan Historis Syarh Hadis?
2.    Bagaimana Ciri-ciri Kitab Syarh Hadis Dalam Prespektif Hadis?

C.  Tujuan  Pembahasan
1.    Mengetahui Tinjauan Historis Syarh Hadis.
2.  Mengetahui Ciri-ciri Kitab Syarh Hadis Dalam Prespektif Hadis.






 



BAB II
PEMBAHASAN

1.     Pengertian Syarh al-Hadits
Kata syarah (syarh) berasal dari bahasa Arab شرح – يشرح - شرحا  yang artinya menerangkan, membukakan, dan melapangkan. Istilah syarh (pemahaman) biasanya digunakan untuk hadits, sedangkan tafsir untuk kajian Al-Qur’an. Dengan kata lain, secara substansial keduanya sama (sama-sama menjelaskan maksud, arti atau pesan), tetapi secara istilah, keduanya berbeda. Istilah tafsir spesifik bagi Al-Qur’an (menjelaskan maksud, arti, kandungan, atau pesan ayat Al-Qur’an), sedangkan istilah syarah (syarh) meliputi hadits (menjelaskan maksud, arti, kandungan, atau pesan hadis) dan disiplin ilmu lain.
Sedangkan secara istilah definisi syarah hadis adalah sebagai berikut:
شَرْحُ الْحَدِيْثِ هُوَ بَيَانُ مَعَانِي الْحَدِيْثِ وَاسْتِخْرَاجُ فَوَائِدِهِ مِنْ حُكْمٍ وَحِكْمَةٍ
Syarah hadis adalah menjelaskan makna-makna hadis dan mengeluarkan seluruh kandungannya, baik hukum maupun hikmah.
Definisi ini hanya menyangkut syarah terhadap matan hadis, sedangkan definisi syarah yang mencakup semua komponen hadis itu, baik sanad maupun matannya, adalah sebagai berikut:
شَرْحُ الْحَدِيْثِ هُوَ بَيَانُ مَايَتَعَلَّقُ بِالْحَدِيْثِ مَتْنًاوَسَنَدًا مِنْ صِحَّةٍ وَعِلَّةٍ وَبَيَانُ مَعَانِيْهِ وَاسْتِخْرَاجُ اَحْكَامِهِ وَحِكَمِهِ.
Syarah hadis adalah menjelaskan keshahihan dan kecacatan sanad dan matan hadis, menjelaskan makna-maknanya, dan mengeluarkan hukum dan hikmahnya.
Dengan definisi di atas, maka kegiatan syarah hadis secara garis besar meliputi tiga langkah, sebagai berikut,
1)      Menjelaskan kuantitas dan kualitas hadis, baik dari sisi sanad maupun dari sisi matan, dan baik global maupun rinci. Hal ini meliputi penjelasan tentang jalur-jalur periwayatannya, penjelasan identitas dan karakteristik para periwayatnya, serta analisis matan dari sisi kaidah-kaidah kebahasaan.
2)      Menguraikan makna dan maksud hadits. Hal ini meliputi penjelasan cara baca lafal-lafal tertentu, penjelasan struktur kalimat, penjelasan makna leksikal dan gramatikal serta makna yang dimaksudkan.
3)      Mengungkap hukum dan hikmah yang terkandung di dalamnya. Hal ini meliputi istinbat terhadap hukum dan hikmah yang terkandung dalam matan hadits, baik yang tersurat maupun yang tersirat.
Syarah hadits juga berarti meneliti, kemudian menjelaskan setiap komponen yang terdapat pada sebuah hadits. Secara umum, para ulama hadits menjelaskan ada dua komponen yang terdapat pada sebuah hadits yakni sanad dan matan. Sanad adalah rangkaian perawi yang memindahkan matan dari sumber primernya. Sedangkan matan adalah redaksi hadits yang menjadi unsur pendukung pengertiannya.

C.    Sejarah Perkembangannya
Sejarah perkembangan syarah hadis, tentu sangat mengikuti perkembangan hadits. Artinya, perkembangan syarah muncul setelah perkembangan hadits sudah mengalami beberapa dekade perjalanan. Dengan dasar ini sehingga para ulama terkadang berbeda dalam menentukan lahirnya syarah hadits. Di antaranya Hasbi al-Shiddieqy yang memposisikan perkembangan syarah hadits pada periode ketujuh, periode terakhir dari periodisasi sejarah perkembangan hadits dan ilmu hadits yang dibuatnya.
Ketujuh periode yang dibuat Hasbi al-Shiddieqy adalah sebagai berikut: 1) Kelahiran hadits hingga Rasulullah wafat; 2) Pembatasan riwayat; 3) Perkembangan periwayatan dan perlawatan mencari hadits, sejak 41 H sampai akhir abad ke-1 H; 4) Pembukuan hadits, selama abad ke-2 H; 5) Penyaringan dan seleksi hadits, selama abad ke-3 H; 6) Penghimpunan hadits-hadits yang terlewatkan, sejak  awal abad ke-4 H, sampai tahun 656 H; 7) Penulisan kitab-kitab syarah, kitab-kitab takhrij, dan sebagainya, sejak pertengahan abad ketujuh Hijriah.
Selain Hasbi al-Shiddieqy, terdapat ulama lain yang relatif objektif dalam memposisikan syarah hadits dalam preodisasi perkembangan hadits dan ilmu hadits, yaitu Muhammad ‘Abd al-‘Aziz al-Khuli. Ia membaginya menjadi lima periode, dan periode terakhir adalah sistematisasi, penggabungan, dan penulisan kitab syarah sejak abad ke-4 Hijriah.[[1]]
Sedangkan penulis yang melakukan periodisasi sejarah perkembangan ilmu hadits adalah Nuruddin ‘Itr. Ia membagi sejarah perkembangan ilmu hadits menjadi tujuh tahap, yaitu: 1) kelahiran ilmu hadits, sejak masa sahabat hingga tahun 100 H; 2) Penyempurnaan, sejak awal abad kedua hingga awal abad ketiga Hijriah; 3) pembukuan ilmu hadits secara terpisah, sejak abad ketiga sampai pertengahan abad keempat Hijriah; 4) penyusunan kitab-kitab induk ilmu hadits, sejak pertengahan abad keempat sampai abad ketujuh Hijriah; 5) Pematangan dan penyempurnaan pembukuan ilmu hadits, sejak akhir abad ketujuh sampai abad kesepuluh Hijriah; 6) Kebekuan dan kejumudan, abad kesepuluh sampai abad keempat belas Hijriah; 7) kebangkitan kedua, abad keempat belas dan seterusnya.[[2]]
Akan tetapi karena kegiatan mensyarah hadits sebenarnya secara praktis telah terjadi pada saat kelahiran hadits itu sendiri, yaitu oleh Rasulullah secara lisan dan dilanjutkan pada masa sahabat oleh para ulama mereka, maka periodisasi sejarah perkembangan syarah hadits tampaknya perlu dibedakan dengan periodisasi sejarah perkembangan hadits dan ilmu hadits. Banyak fakta yang menunjukkan bahwa syarah hadits secara lisan sering dilakukan Rasulullah Saw. dan para sahabat. Bila demikian, periode sejarah perkembangan syarah hadits secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga, yaitu syarah hadits pada masa kelahiran hadits (fi ‘ashr al-risalah), syarah hadits pada masa periwayatan dan pembukuan hadits (fi ‘ashr al-riwayah wa al-tadwin), dan syarah hadits setelah pembukuan hadits (ba’da al-tadwin).
a.       Syarah Hadits pada Masa Kelahirannnya (Fi ‘Ashr al-Risalah)
Masa kelahiran hadits sama dengan masa turunnya al-Qur’an, atau selama Nabi Muhammad mengemban risalah yaitu sejak diangkat menjadi nabi dan rasul hingga ia wafat. Segala ucapan, perbuatan, dan ketetapan Nabi merupakan bayan kepada umatnya. Akan tetapi tidak semua sahabat mampu memahami setiap ucapan Nabi dengan baik, sehingga mereka menanyakan makna kata-kata tertentu secara langsung kepada Nabi atau kepada sahabat yang lain. Hal ini menunjukkan syarah hadits telah terjadi pada masa kelahiran hadits itu sendiri, dan pensyarahnya adalah Rasulullah.
b.      Syarah Hadits pada Masa Periwayatan dan Pembukuan Hadits (Fi ‘Ashr Al-Riwayah wa al-Tadwin)
Yang dimaksud dengan hadits pada masa periwayatan dan pembukuan hadits adalah kegiatan syarah hadits yang dilakukan secara lisan atau tulisan sejak masa sahabat hingga memasuki masa penulisan kitab-kitab syarah, yaitu dari dasawarsa kedua abad pertama Hijriah hingga akhir abad ketiga Hijriah. Periode ini dinamai masa periwayatan dan pembukuan hadits karena kedua kegiatan tersebut tidak pernah dapat dipisahkan, setidaknya selama batas waktu tersebut periwayatan dan pembukuan hadits berjalan seiring, karena periwayatan hadits juga berlangsung berdasarkan hafalan dan tulisan. Apabila periode ini diakhiri dengan munculnya kitab syarah, maka periode ini dapat berakhir pada akhir pertengahan abad keempat Hijriah, yaitu dengan lahirnya kitab syarah Shahih al-Bukhari yang tertua berjudul A’lam al-Sunan karya al-Khaththabi (w. 388 H).

c.       Syarah Hadits Pasca Pembukuan Hadits (Ba’da al-Tadwin)
Yang dimaksud dengan periode pasca pembukuan adalah berakhirnya penulisan-penulisan kitab-kitab hadits yang termasuk kategori al-Mashadir al-Ashliyyah, yaitu kitab-kitab yang disusun berdasarkan hasil pencarian dan penelusuran hadits oleh penulisnya dengan sanad-nya sendiri, bukan kumpulan kutipan-kutipan hadits dari berbagai kitab, bukan himpunan di antara dua kitab atau lebih, dan bukan pula ringkasan dari kitab-kitab yang lain. Dasar pemikiran dari pembatasan awal periode ini adalah karena berakhirnya pembukuan hadits, maka penulisan syarah terhadap hadits tidak lagi tercakup dan menyatu dengan matan hadits seperti pada masa-masa sebelumnya. Oleh karena itu, apabila dilihat dari kitab hadits yang terakhir disusun, maka periode ini berawal pada pertengahan –bahkan mungkin awal− abad kelima Hijriah, yaitu dengan disusunnya al-Sunan al-Kubra karya al-Baihaqiy (w. 458 H). Namun, apabila dilihat dari munculnya kitab syarah, boleh jadi periode ini berawal sejak pertama kali munculnya kitab syarah yang dikenal dengan sebagai kitab syarah tertua yaitu A’lam  al-Sunan karya al-Khaththabi (w. 388 H), yaitu syarah terhadap shahih al-Bukhari. Hal ini sesuai dengan periodisasi menurut al-Khuli di atas.[3]

2. Ciri-ciri Kitab Syarh Hadis Dalam Prespektif Hadis
Sebagai dasar hukum kedua setelah Alquran, hadis berfungsi sebagai penjelas dalil-dalil Alquran yang masih bersifat global, atau sebagai keterangan atas hal-hal yang belum diatur di dalam Alquran.
Rasul SAW bersabda, ''Telah aku tinggalkan dua perkara, barang siapa berpegang teguh pada keduanya, niscaya ia tidak akan tersesat selamanya, yakni Alquran dan sunahku (hadis Nabi -Red).'' Dengan berpegang teguh pada keduanya (Alquran dan hadis), seorang Muslim dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Tanpa didukung pemahaman dan penguasaan hadis dengan baik dan benar, sangatlah sulit bagi seorang Muslim dapat memahami Islam dengan baik sekaligus mengaplikasikannya dengan benar. Oleh karena itu, sangat penting bagi kaum Muslimin untuk mempelajari hadis Rasulullah SAW dengan sebaik-baiknya.
Salah satu kitab hadis yang sangat perlu dipejari oleh kaum Muslimin adalah Syarah Shahih Muslim karya Imam an-Nawawi. Selain merupakan syarah (penjelasan) hadis yang sangat masyhur (populer) di kalangan umat Islam. Dan berikut adalah sebagian contoh kitab syarah hadis.
  1. Syarh Shahih Al Bukhari
Syeikh Hasan Al Idwi Al Himzawi telah menulis syarh Shahih Al Bukhari. Kitab ini telah diterbitkan dalam 10 jilid oleh penerbit Hijr.
2.      Faidh Al Bari
Ditulis oleh Syeikh Ahmad Umar Hasyim, ulama hadits yang pernah menjabat rektor Al Azhar yang kini menjadi anggota Kibar Ulama Al Azhar. Kitab ini sendiri telah diterbitkan dalam 10 jilid.
3.      Fath Al Mun’im
Kitab ini merupakan syarh Shahih Muslim yang ditulis oleh Syeikh Musa Syahin Lasyin. Ulama ini menghabiskan waktu 20 tahun untuk menulis karya ini. Kitab ini sendiri telah mengalami beberapa kali cetak ulang. Kemudian terakhir dicetak oleh Dar As Syuruq Kairo.
4.      Jami’ Al Bayan
Kitab Jami’ Al Bayan merupan syarh dari hadits-hadits yang disepakati oleh Bukhari-Muslim. Kitab ini ditulis oleh Al Muhaddits Muhammad Zakiyuddin Abu Qasim. Kitab ini telah dicetak dalam 15 jilid.
5.      Al Manhal Al Adzb Al Maurud
Adalah kitab penjelasan Sunan Abu Dawud yang ditulis oleh Syeikh Mahmud Khithab As Subki yang dilanjutkan oleh putranya Syeikh Amin. Kitab ini juga sudah dicetak.
6.      Idhar Al Bahjah
Kitab ini merupakan syarh dari Sunan Ibnu Majah yang ditulis oleh Syeikh Muhammad Shalih Al Busnawi, ulama Al Azhar yang berasal dari Bosnia.



``                                                                  BAB III
                                                                  PENUTUP

a.       Kesimpulan
Dari pembahahasan diatas maka bisa di simpulkan bahwa syarah hadist adalah menguraikan sesuatu dan memisahkan bagian sesuatu dari bagian yang lainnya. Dikalangan para penulis kitab berbahasa arab, syarah adalah memberi catatan dan komentar kepada naskah atau matn (matan) suatu kitab. Dan syarah ini sudah ada sejak masa Rosulillah.
Syarah tidak harus selalu berbentuk kitab atau karya tulis lainnya,melainkan bisa juga secara lisan. Oleh karena itu, karya tulis yang menguraikan dan menjelaskan makna hadist, seperti makalah dan artikel dapat disebut sebagai syarah hadist. Demikian juga uraian dan pejelasan hadist secara lisan dalam proes belajar, pengajian, khutbah, ceramah dan sejenisnya bisa juga disebut sebagai meng-syarah hadist.
Dan setiap hadist yang disyarah biasanya sering dikritik oleh sebagian orang. Tujuan pengkritikan itu sebenarnya untuk bahan uji pembanding dan pengoreksi dari apa yang suddah diriwayatkan oleh para perawi.













DAFTAR PUSTAKA
            Al-Khulli, Muhammad ‘Abd al-‘Aziz, Tarikh Funun al-Hadits, Jakarta: Dinamika Berkah Utama, t.th

            al-Mishri, Muhammad bin Mukarram bin al-Manzhur al-Afriqi, Lisan al-‘Arab, Jilid II, Beirut: Dar Shadir, t.th

            Ali, Nizar, (Ringkasan Desertasi) Kontribusi Imam Nawawi dalam Penulisan Syarh Hadis, Yogyakarta, 2007

            Nurkholis, Mujiono, Metodologi Syarah Hadist, Bandung: Fasygil Grup, 2003

           Itr, Nuruddin, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulum al-Hadits, Beirut: Dar al-Fikr, 1979



[1]. Muhammad ‘Abd al-‘Aziz al-Khulli, Tarikh Funun al-Hadits, Jakarta: Dinamika Berkah Utama, t.t, hlm. 12
[2]. Nuruddin ‘Itr, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulum al-Hadits, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979) h. 36-72
[3]. Mujiyo Nurkholis, Metode Syarah Hadits, h. 45

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI-TEORI SOSIOLOGI AGAMA/SOSIOLOGI AGAMA/III

METODE TAHLILI (ANALIST) / Syarah Hadis/ III

HUBUNGAN FILOLOGI DENGAN ILMU-ILMU LAIN