POLITIK AGAMA /SOSIOLOGI AGAMA/III



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Satu aspek terbesar yang memainkan peranan dalam kehidupan manusia sejagat adalah politik. Hendak atau tidak, politik tetap berlaku dalam kehidupan setiap insan bagi menjadikan kehidupan mereka normal dan teratur. Segala masalah yang berlaku dalam masyarakat pada masa ini adalah berlaku akibat politik. Politik yang tercipta dari perbuatan manusia sendiri ini mestilah mempunyai panduan supaya tidak terkeluar dari landasannya.
Agamalah satu-satunya panduan yang dimaksudkan ini. Satu pemberian dari pencipta yang sudah tentu mengetahui segala-galanya tentang ciptaannya lebih dari ciptaannya itu sendiri. Apabila politik yang dicipta oleh manusia dan panduannya yaitu agama yang dicipta oleh tuhan yang maha mengetahui dipisahkan, segala kebuntuan terhadap masalah yang melanda umat manusia kini tidak dapat diselesaikan. Tidak kiralah sama ada politik itu dilihat dari segi pemerintahan atau kehidupan manusia. Jadi wajarlah dikatakan bahawa politik dan agama itu tidak dapat dipisahkan dan sudah tentu agama yang dimaksudkan di atas merupakan agama yang dicipta oleh Allah s.w.t dan bukannya agama yang dicipta oleh manusia sendiri.
B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian Politik ?
2.    Apa saja ruang lingkup politik ?
3.    Apa hubungan Agama dan politik ?
C.  Tujuan Masalah
1.    Mengetahui pengertian Politik.
2.    Dapat mengetahui ruang lingkup politik.
3.    Memahami hubungan Agama dan politik.
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Politik
Politik dalam bahasa Arabnya disebut “Siyasah” atau dalam bahasa Inggrisnya “Politics”, politik itu sendiri berarti cerdik atau bijaksana.[1] Asal mula kata politik itu sendiri berasal dari kata “Polis” yang berarti “Negara Kota” dengan politik berarti ada hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul aturan, kewenangan, dan akhirnya kekuasaan. Politik bisa juga dikatakan sebagai kebijaksanaan, kekuatan, kekuasaan, dan pemerintahan.[2]
Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya tentang manusia yang ia sebut zoon politikon. Dengan istilah itu ia ingin menjelaskan bahwa hakikat kehidupan sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau lebih sudah pasti akan melibatkan hubungan politik. Aristoteles melihat politik sebagai kecenderungan alami dan tidak dapat dihindari manusia, misalnya ketika ia mencoba untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, ketika ia berusaha meraih kesejahteraan pribadi, dan ketika ia berupaya memengaruhi orang lain agar menerima pandangannya.[3]
Pengertian politik dalam fiqih islam menurut imam Hambali adalah sikap, perilaku dan kebijakan kemasyarakatan yang mendekatkan pada kemaslahatan, sekaligus menjauhkan dari kemafsadan, meskipun belum pernah ditentukan oleh Rasulullah SAW. Ulama’ Hanafiyah memberikan pengertian lain, yaitu mendorong kemaslahatan makhluk dengan memberikan petunjuk dan jalan yang menyelamatkan mereka didunia dan akhirat. Bagi para Nabi terhadap kaumnya, menurut pendapat ini, tugas itu meliputi  keselamatan  batin dan lahir bagi ulama’ pewaris Nabi, tugas itu hanya meliputi urusan lahiriyah saja.
Sedangkan menurut Syafi’iyah mengatakan, politik haru sesuai dengan syari’at islam, yaitu setiap upaya, sikap dan kebijakan untuk mencapai tujuan syari’at. Tujuan itu ialah:
1)   memelihara mengembangkan dan mengamalkan agama islam.
2)   Memelihara rasio dan mengembangkan cakrawalanya untuk kepentingan umat.
3)   Memelihara jiwa raga  dari bahaya dan memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang primer, skunder maupun suplementer.
4)   Memelihara  harta kekayaan dengan pengembangan usaha komoditasnya dan menggunakannya tanpa melalui batas maksimal dan mengurangi batas minimal.
5)   Memelihara keturunan dengan memenuhi kebutuhan fisik maupun rohani.
Lebih dari itu, ia meliputi serangkaian kegiatan yang menyangkut kemaslahatan umat dalam kehidupan jasmani maupun rohani, dalam hubungan kemasyarakatan  secara umum dan hubungan  masyarakat sipil dengan lembaga kekuasaan. Bangunann politik  semacam ini, harus didasarkan pada kaidah fiqih yang berbunyi, Tasharruf al-imam mamuthun bi-al maslahah (kebijakan pemimpin harus berorientasi pada kemaslahatan rakyat).[4]

B.  Ruang Lingkup Politik
Ilmu Politik pada dasarnya membahas seputar ruang lingkup negara. Membicarakan politik pada asalnya adalah membicarakan negara, karena teori politik menyelidiki negara sebagai lembaga politik yang mempengaruhi hidup masyarakat. Selain itu, ilmu politik juga menyelidiki ide-ide, issue, asas-asas, sejarah pembentukan negara, hakikat negara serta bentuk dan tujuan negara, disamping menyelidiki hal-hal pressure group, interst group, elit polotik, pendapat umum (public opinion), peranan partai politikdan pemilihan umum.[5]
Menurut Taqiyyuddin Ibnu Taimiyah, Siyasah (Politik) Syariah sesungguhnya merupakan dakwah seruan sistematik (manhajiyah) yang berbalik dari hukum buatan manusia menuju pada hukum kransendental dari Allah SWT, yang didalmnya berisikan pula rincian terhadap penerapan hukum ini dalam kehidupan manusia. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari berbagai Sanad, dari Shahih Imam Muslim dan Perawi lain tentang kepemimpinan dengan bentuk perwakilan yang bercorak kenabian (Inabah Nabawiyyah): “Sesungguhnya Allah rela atas kalian dalam 3 perkara : (1) Hendaklah kalian menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, (2) hendaklah kalian berpegang teguh dengan tali (agama) Allah dan jangan berpecah belah, (3) dan hendaklah kalian saling menasehati dengan orang yang diangkat Allah untuk memegang perkaara kalian (pemimpin).” (HR.Muslim dan Ahmad)[6]
Seorang pemimpin atau penguasa tidak akan berjalan dengan baik tanpa peran partai-partai yang mendukungnya bisa dikatakan “Partai politik”. Ternyata didalam Al-Qur’an Allah memerintahkan pembentukan partai tersebut, didalam Surah Al-Imron : 104, yang berbunyi :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali-Imron : 104).[7]
Sedangkan partai politik secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang angota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama tujuannya untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik. [8]
Hal lain yang dikemukakan oleh Maurice Duverger, yang di ketengahkan dalam bukunya yang berjudul “Political Parties”, ia mengemukakan pendapatnya bahwa partai politik dapat diklasifikasikan atau dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu :
1)   Partai Tunggal (One party system)
Yakni sistem di mana suatu negara hanya terdapat satu partai politik saja yang sngat berperan atau dominan.
2)   Dwi Partai
Yakni sistem yang dianut oleh suatu negara di mana dua partai politik yang memainkan peran yang sangat dominandibidang kehidupan politik.
3)   Multi Partai
Sering pula disebutkan dengan sistem bnyak partai, pada umumnya dianut suatu negara tersebut terdapat beberapa partai-partai politik yang ada itu memiliki kekuatan yang seimbang.[9]
C.  Hubungan Agama dan Politik
Hubungan politik dengan agama tidak dapat dipisahkan. Dapat dikatakan bahwa politik berbuah dari hasil pemikiran agama agar tercipta kehidupan yang harmonis dan tentram dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini disebabkan, pertama, oleh sikap dan keyakinan bahwa seluruh aktifitas manusia, tidak terkecuali politik, harus dijiwai oleh ajaran-ajaran agama; kedua, disebabkan oleh fakta bahwa kegiatan manusia yang paling banyak membutuhkan legitimasi[10] adalah bidang politik, dan hanya agamalah yang dipercayai mampu memberikan legitimasi yang paling meyakinkan karena sifat dan sumbernya yang transcendent.
Agama secara hakiki berhungan dengan politik. Kepercayaan agama dapat mempengaruhi hukum, perbuatan yang oleh rakyak dianggap dosa, seperti sodomi dan incest, sering tidak legal. Seringakali agamalah yang memberi legitimasi kepada pemerintahan. Agama sangat melekat dalam kehidupan rakyat dalam masyarakat industri maupun nonindustri, sehingga kehadirannya tidak mungkin tidak terasa di bidang politik. Sedikit atau banyak, sejumlah pemerintahan di seluruh dunia menggunakan agama untuk memberi legitimasi pada kekuasaan politik.
Di dalam sejarah Islam, masuknya faktor agama (teologi) ke dalam politik muncul ke permukaan dengan jelas menjelang berdirinya dinasti Umayyah. Hal ini terjadi sejak perang Siffin pada tahun 657, suatu perang saudara yang melibatkan khalifah ‘Ali b. Abi Talib dan pasukannya melawan Mu’awiyah b. Abi Sufyan, gubernur Syria yang mempunyai hubungan keluarga dengan ‘Uthman, bersama dengan tentaranya. Peristiwa ini kemudian melahirkan tiga golongan umat Islam, yang masing-masing dikenal dengan nama Khawarij, Shi’a, dan Sunni.[11]
Dalam kehidupan bernegara, bidang politik sangat diperlukan. Namun semua ilmu yang berhubungan dengan politik tidak dapat dipisahkan dengan ilmu dan konsep agama yang telah ada. Pada agama ada suatu kalimat yang membuat dan merupakan konsep awal politik yaitu “Allah memerintahkan kepada manusia untuk tidak mendekati perbuatan-perbuatan keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi (QS. Al-An’am: 151)”, jadi Allah melarang perbuatan jelek, perbuatan jahat dan ketidakadilan. Ini dapat diartikan bahwa semua ilmu politik merupakan bentuk nyata dari penggunaan agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 
Sebagai contoh, dalam ilmu politik terdapat pemilihan pemimpim berdasarkan demokrasi, konsep itu didapat dari ilmu agama yang tidak menginginkan adanya perpecahan para pejabat yang akan menyengsarakan rakyat.

BAB  III
PENUTUP

Kesimpulan
Politik dalam bahasa Arabnya disebut “Siyasah” atau dalam bahasa Inggrisnya “Politics”, politik itu sendiri berarti cerdik atau bijaksana dan berasal dari kata “polis” yang maknanya “negara kota”, maka demikianlah politik berarti ada hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul aturan, kewenangan, dan akhirnya kekuasaan.
Aristoteles berpendapat bahwa hakikat kehidupan sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau lebih sudah pasti akan melibatkan hubungan politik dan politik sebagai kecenderungan alami dan tidak dapat dihindari manusia. Begitupula ulama Fiqih yang memiliki tujuan yang sama meliputi serangkaian kegiatan yang menyangkut untuk menemukan atau menyelesaikan kemaslahatan umat dalam kehidupan jasmani maupun rohani, dalam hubungan kemasyarakatan.
Ruang lingkup Politik itu bisa dikatakan ada tiga yaitu :
1.    Negara
2.    Partai politik
3.    Kekuasaan
Jadi hubungan agama dan politik itu ialah politik merupakan buah dari hasil pemikiran agama agar tercipta kehidupan yang harmonis dan tentram dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

DAFTAR PUSTAKA

Kencana Syafiie, Inu, Ilmu Politik, Jakarta : PT.Rieneka Cipta, 1997.
Mahfud, Sahal, Nuansa Fiqih Sosial, Yogyakarta : LKIS 1994.
Taimiyah, Ibnu, Siyasah Syariah, Surabaya : Risalah Gusti, 1995.
Asy-Syannawi, Fahmi, Fiqih Politik, Bandung : Pustaka Setia, 2006.
Haryanto, Sistem Politik Suatu Pengantar, Yogyakarta : Liberty, 1982.


[1] Inu Kencana Syafiie, Ilmu Politik, (Jakarta; PT.Rieneka Cipta, 1997), hlm.18
[2] Ibid., hlm.19
[3] http://akank-sutha.blogspot.com/2012/04/hubungan-politik-dan-agama.html?m=1
[4] Sahal Mahfud, Nuansa Fiqih Sosial, (Yogyakarta: LKIS 1994), hal 209-211
[5] Inu Kencana Syafiie, Ilmu Politik, (Jakarta; PT.Rieneka Cipta, 1997), hlm.18
[6] Ibnu Taimiyah, Siyasah Syariah, (Surabaya: Risalah Gusti, 1995), hlm 10
[7] Fahmi Asy-Syannawi, Fiqih Politik, (Bandung : Pustaka Setia, 2006), hlm. 302
[8] Haryanto, Sistem Politik Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1982), hlm. 88
[9] Ibid., hlm. 98
[10]Legitimasi adalah kualitas hukum yang berbasis pada penerimaan putusan dalam peradilan, dapat pula diartikan seberapa jauh masyarakat mau menerima dan mengakui kewenangan, keputusan atau kebijakan yang diambil oleh seorang pemimpin.
[11] http://akank-sutha.blogspot.com/2012/04/hubungan-politik-dan-agama.html?m=1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI-TEORI SOSIOLOGI AGAMA/SOSIOLOGI AGAMA/III

METODE TAHLILI (ANALIST) / Syarah Hadis/ III

HUBUNGAN FILOLOGI DENGAN ILMU-ILMU LAIN